![]() |
Penulis: Dr. Hariyanto, M.Pd* |
Persepsi negative terhadap fungsi
Bimbingan Konseling di sekolah masih saja melekat. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa peserta didik menganggap siswa yang berada di ruangan BK
adalah mereka yang sedang bermasalah, terutama yang terkait dengan kedisiplnan
atau pelanggaran terhadap peraturan dan tata tertib yang berlaku di sekolah.
Dengan kata lain tempat yang paling tak dikenal dan dijauhi oleh siswa di
sekolah adalah ruang kantor BK. Pertanyaan yang muncul adalah mengapa hal ini bisa
terjadi? Bagaimana peran guru Bimbingan Konseling dapat dikembalikan
sebagaimana mestinya? Bagaimana inovasi dan kreatifitas yang bisa dilakukan
untuk memberikan pelayanan yang paripurna untuk para peserta didik?.
Persepsi siswa terhadap ruang bimbingan
konseling merupakan faktor penting yang mempengaruhi efektivitas layanan yang
diberikan. Banyak siswa menganggap ruang ini sebagai tempat yang jarang mereka
kunjungi atau bahkan tidak familiar secara langsung, sehingga menimbulkan
persepsi bahwa ruang tersebut bukanlah tempat yang nyaman atau relevan dengan
kebutuhan mereka. Dalam beberapa kasus, persepsi negatif ini juga disebabkan
oleh pengalaman sebelumnya yang kurang memuaskan, atau bahkan rasa malu dan
takut akan stigma dari teman sebaya. Banyak pihak masih menganggap bahwa
layanan ini hanya untuk menangani siswa dengan masalah berat, sehingga membawa
stigma bahwa siswa yang mengikuti layanan tersebut adalah bermasalah atau tidak
mampu mengatasi permasalahan sendiri.
Hal-hal tersebut dapat disebabkan oleh
minimnya sosialisasi dan promosi dari pihak sekolah tentang fungsi dan manfaat
ruang bimbingan konseling. Siswa cenderung memandang ruang ini sebagai area
yang berisi Guru BK yang hanya berurusan dengan masalah serius atau krisis,
sehingga mereka merasa enggan berpartisipasi. Kurangnya visualisasi dan
komunikasi yang efektif tentang keberadaan dan layanan yang tersedia di ruang
bimbingan konseling membuat siswa menganggapnya sebagai tempat yang menakutkan
atau asing.
Oleh karena itu, langkah pertama adalah
meningkatkan komunikasi yang efektif antara Guru BK, siswa, serta stakeholder
terkait agar pesan positif dapat tersampaikan dengan jelas dan tidak
menimbulkan salah pengertian. Penggunaan media sosial, poster, dan forum
diskusi dapat menjadi alat yang efektif untuk menyampaikan keberhasilan dan
manfaat layanan tersebut. Selain itu, pelibatan aktif siswa dalam berbagai
kegiatan yang berkaitan dengan bimbingan dan konseling dapat memperbaiki
persepsi mereka terhadap layanan ini. Kegiatan seperti workshop, seminar, dan
kegiatan kelompok yang menyenangkan akan mempermudah mereka memahami bahwa
bimbingan dan konseling bukan hanya sebagai tempat mengatasi masalah, tetapi
juga sebagai pendukung perkembangan pribadi.
Di sisi lain, pelatihan dan pengembangan
kompetensi untuk Guru BK sangat penting agar mereka mampu menjalankan tugas
dengan profesional dan penuh empati. Guru BK yang kompeten akan mampu membangun
hubungan yang lebih baik dengan siswa dan menunjukkan bahwa layanan ini
benar-benar peduli terhadap kesejahteraan mereka. Tidak kalah penting adalah
membangun kemitraan dengan berbagai pihak, seperti orang tua, guru, dan
masyarakat sekitar, demi menciptakan lingkungan yang mendukung dan memperkuat
citra positif layanan ini.
Inovasi dalam pelayanan bimbingan
konseling menjadi aspek penting untuk meningkatkan efektivitas dan relevansi
layanan di sekolah. Seiring perkembangan zaman dan teknologi, Guru BK dituntut
untuk terus beradaptasi dan menciptakan metode baru yang memudahkan proses
bimbingan. Salah satu inovasi utama adalah pemanfaatan teknologi digital
seperti platform daring, aplikasi komunikasi, dan sistem manajemen data
berbasis cloud. Penggunaan teknologi ini memungkinkan siswa mengakses layanan
konseling kapan saja dan di mana saja, mengurangi hambatan geografis dan waktu.
Selain itu, program layanan kreatif seperti workshop, seminar motivasi, dan
kegiatan berbasis masalah sosial mampu menjaring lebih banyak siswa yang
membutuhkan bantuan. Pendekatan berbasis kreativitas ini dapat meningkatkan
partisipasi siswa dan membangun suasana yang lebih santai serta terbuka.
Program kegiatan kreatif dalam ruang
bimbingan dan konseling sekolah memegang peranan penting dalam menciptakan
suasana yang menarik dan efektif dalam proses pendampingan siswa. Melalui
kegiatan-kegiatan yang bersifat inovatif dan menyenangkan, siswa dapat lebih
terbuka serta termotivasi untuk mengikuti layanan bimbingan. Program ini
meliputi berbagai macam kegiatan seperti pelatihan seni, pembuatan media
edukatif, lomba kreativitas, serta workshop pengembangan diri yang dilakukan
secara berkala. Pendekatan ini bertujuan untuk mengatasi hambatan psikologis
maupun sosial yang sering ditemui siswa, dengan menstimulus kemampuan ekspresi,
kepercayaan diri, dan pengembangan potensi secara menyenangkan.
Peran stakeholder sangat penting dalam
upaya merubah citra negatif terhadap bimbingan dan konseling di sekolah. Guru
memegang peran sentral sebagai penghubung utama dengan siswa dan lingkungan
sekolah. Melalui keterlibatan aktif dalam promosi dan penyuluhan, guru dapat
membantu mengubah persepsi masyarakat dan siswa tentang manfaat serta relevansi
layanan konseling. Selain itu, guru harus mampu memberikan contoh sikap positif
terhadap layanan tersebut, sehingga menciptakan suasana yang mendukung dan
membuka peluang komunikasi yang efektif. Orang tua juga memiliki peran vital
dalam membentuk citra positif melalui dukungan dan pemahaman terhadap kegiatan
bimbingan dan konseling. Dengan keterlibatan yang konsisten, orang tua dapat
meminimalisir stigma sosial dan memperkuat kepercayaan siswa terhadap layanan
tersebut. Masyarakat secara umum perlu dilibatkan dalam kegiatan sosialisasi
dan edukasi mengenai pentingnya konseling di lingkungan sekolah.
Partisipasi
aktif dari masyarakat akan membantu mengikis persepsi negatif dan memperluas
pemahaman akan manfaat layanan bimbingan. Stakeholder ini harus bekerja secara
sinergis dan berkelanjutan, dengan mengembangkan komunikasi yang transparan
serta mengedepankan edukasi yang menyasar berbagai kalangan. Melalui kolaborasi
yang kokoh, citra yang sebelumnya negatif dapat diarahkan untuk menjadi lebih
positif dan konstruktif, sehingga tercipta lingkungan sekolah yang mendukung
perkembangan mental dan emosional siswa. Dengan demikian, peran semua pihak ini
menjadi fondasi utama dalam proses perubahan persepsi dan peningkatan citra
layanan bimbingan dan konseling di sekolah.
*Penulis
adalah dosen FTIK di UIN Kiai Ageng Muhammad Besari Ponorogo