f ' MERUBAH “CITRA NEGATIF” BIMBINGAN DAN KONSELING DI SEKOLAH ~ Inspirasi Pendidikan

Minggu, 21 September 2025

MERUBAH “CITRA NEGATIF” BIMBINGAN DAN KONSELING DI SEKOLAH

 

Penulis: Dr. Hariyanto, M.Pd*

Persepsi negative terhadap fungsi Bimbingan Konseling di sekolah masih saja melekat. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa peserta didik menganggap siswa yang berada di ruangan BK adalah mereka yang sedang bermasalah, terutama yang terkait dengan kedisiplnan atau pelanggaran terhadap peraturan dan tata tertib yang berlaku di sekolah. Dengan kata lain tempat yang paling tak dikenal dan dijauhi oleh siswa di sekolah adalah ruang kantor BK. Pertanyaan yang muncul adalah mengapa hal ini bisa terjadi? Bagaimana peran guru Bimbingan Konseling dapat dikembalikan sebagaimana mestinya? Bagaimana inovasi dan kreatifitas yang bisa dilakukan untuk memberikan pelayanan yang paripurna untuk para peserta didik?.

Persepsi siswa terhadap ruang bimbingan konseling merupakan faktor penting yang mempengaruhi efektivitas layanan yang diberikan. Banyak siswa menganggap ruang ini sebagai tempat yang jarang mereka kunjungi atau bahkan tidak familiar secara langsung, sehingga menimbulkan persepsi bahwa ruang tersebut bukanlah tempat yang nyaman atau relevan dengan kebutuhan mereka. Dalam beberapa kasus, persepsi negatif ini juga disebabkan oleh pengalaman sebelumnya yang kurang memuaskan, atau bahkan rasa malu dan takut akan stigma dari teman sebaya. Banyak pihak masih menganggap bahwa layanan ini hanya untuk menangani siswa dengan masalah berat, sehingga membawa stigma bahwa siswa yang mengikuti layanan tersebut adalah bermasalah atau tidak mampu mengatasi permasalahan sendiri.

Hal-hal tersebut dapat disebabkan oleh minimnya sosialisasi dan promosi dari pihak sekolah tentang fungsi dan manfaat ruang bimbingan konseling. Siswa cenderung memandang ruang ini sebagai area yang berisi Guru BK yang hanya berurusan dengan masalah serius atau krisis, sehingga mereka merasa enggan berpartisipasi. Kurangnya visualisasi dan komunikasi yang efektif tentang keberadaan dan layanan yang tersedia di ruang bimbingan konseling membuat siswa menganggapnya sebagai tempat yang menakutkan atau asing.

Oleh karena itu, langkah pertama adalah meningkatkan komunikasi yang efektif antara Guru BK, siswa, serta stakeholder terkait agar pesan positif dapat tersampaikan dengan jelas dan tidak menimbulkan salah pengertian. Penggunaan media sosial, poster, dan forum diskusi dapat menjadi alat yang efektif untuk menyampaikan keberhasilan dan manfaat layanan tersebut. Selain itu, pelibatan aktif siswa dalam berbagai kegiatan yang berkaitan dengan bimbingan dan konseling dapat memperbaiki persepsi mereka terhadap layanan ini. Kegiatan seperti workshop, seminar, dan kegiatan kelompok yang menyenangkan akan mempermudah mereka memahami bahwa bimbingan dan konseling bukan hanya sebagai tempat mengatasi masalah, tetapi juga sebagai pendukung perkembangan pribadi.

Di sisi lain, pelatihan dan pengembangan kompetensi untuk Guru BK sangat penting agar mereka mampu menjalankan tugas dengan profesional dan penuh empati. Guru BK yang kompeten akan mampu membangun hubungan yang lebih baik dengan siswa dan menunjukkan bahwa layanan ini benar-benar peduli terhadap kesejahteraan mereka. Tidak kalah penting adalah membangun kemitraan dengan berbagai pihak, seperti orang tua, guru, dan masyarakat sekitar, demi menciptakan lingkungan yang mendukung dan memperkuat citra positif layanan ini.

Inovasi dalam pelayanan bimbingan konseling menjadi aspek penting untuk meningkatkan efektivitas dan relevansi layanan di sekolah. Seiring perkembangan zaman dan teknologi, Guru BK dituntut untuk terus beradaptasi dan menciptakan metode baru yang memudahkan proses bimbingan. Salah satu inovasi utama adalah pemanfaatan teknologi digital seperti platform daring, aplikasi komunikasi, dan sistem manajemen data berbasis cloud. Penggunaan teknologi ini memungkinkan siswa mengakses layanan konseling kapan saja dan di mana saja, mengurangi hambatan geografis dan waktu. Selain itu, program layanan kreatif seperti workshop, seminar motivasi, dan kegiatan berbasis masalah sosial mampu menjaring lebih banyak siswa yang membutuhkan bantuan. Pendekatan berbasis kreativitas ini dapat meningkatkan partisipasi siswa dan membangun suasana yang lebih santai serta terbuka.

Program kegiatan kreatif dalam ruang bimbingan dan konseling sekolah memegang peranan penting dalam menciptakan suasana yang menarik dan efektif dalam proses pendampingan siswa. Melalui kegiatan-kegiatan yang bersifat inovatif dan menyenangkan, siswa dapat lebih terbuka serta termotivasi untuk mengikuti layanan bimbingan. Program ini meliputi berbagai macam kegiatan seperti pelatihan seni, pembuatan media edukatif, lomba kreativitas, serta workshop pengembangan diri yang dilakukan secara berkala. Pendekatan ini bertujuan untuk mengatasi hambatan psikologis maupun sosial yang sering ditemui siswa, dengan menstimulus kemampuan ekspresi, kepercayaan diri, dan pengembangan potensi secara menyenangkan.

Peran stakeholder sangat penting dalam upaya merubah citra negatif terhadap bimbingan dan konseling di sekolah. Guru memegang peran sentral sebagai penghubung utama dengan siswa dan lingkungan sekolah. Melalui keterlibatan aktif dalam promosi dan penyuluhan, guru dapat membantu mengubah persepsi masyarakat dan siswa tentang manfaat serta relevansi layanan konseling. Selain itu, guru harus mampu memberikan contoh sikap positif terhadap layanan tersebut, sehingga menciptakan suasana yang mendukung dan membuka peluang komunikasi yang efektif. Orang tua juga memiliki peran vital dalam membentuk citra positif melalui dukungan dan pemahaman terhadap kegiatan bimbingan dan konseling. Dengan keterlibatan yang konsisten, orang tua dapat meminimalisir stigma sosial dan memperkuat kepercayaan siswa terhadap layanan tersebut. Masyarakat secara umum perlu dilibatkan dalam kegiatan sosialisasi dan edukasi mengenai pentingnya konseling di lingkungan sekolah.

Partisipasi aktif dari masyarakat akan membantu mengikis persepsi negatif dan memperluas pemahaman akan manfaat layanan bimbingan. Stakeholder ini harus bekerja secara sinergis dan berkelanjutan, dengan mengembangkan komunikasi yang transparan serta mengedepankan edukasi yang menyasar berbagai kalangan. Melalui kolaborasi yang kokoh, citra yang sebelumnya negatif dapat diarahkan untuk menjadi lebih positif dan konstruktif, sehingga tercipta lingkungan sekolah yang mendukung perkembangan mental dan emosional siswa. Dengan demikian, peran semua pihak ini menjadi fondasi utama dalam proses perubahan persepsi dan peningkatan citra layanan bimbingan dan konseling di sekolah.

*Penulis adalah dosen FTIK di UIN Kiai Ageng Muhammad Besari Ponorogo

0 comments:

Posting Komentar