![]() |
Kuliah Umum oleh Menteri Agama RI: Prof. Dr. KH. Nasaruddin Umar, MA |
inspirasipendidikan.com
(14/9/2025)_ UIN Kiai Ageng Muhammad
Besari Ponorogo menggelar kuliah umum dengan menghadirkan Menteri Agama RI,
Prof. Dr. KH. Nasaruddin Umar, MA. Tema yang diusung sangat menarik yaitu
Kurikulum Berbasis Cinta. Istilah yang digunakan memang begitu menarik karena
menggunakan kata “Cinta”, abstrak namun bisa dirasakan kehadirannya oleh setiap
makhluk. Dan memiliki variasi makna sesuai dengan persepsi yang mengartikan
masing-masing.
Dalam
kesempatan itu, Menteri Agama menyampaikan beberapa pesan yang mendalam tentang
bagaimana seharusnya visi dari perguruan tinggi agama Islam. Menurutnya Perguruan
Tinggi Islam, khususnya Univeritas Islam
Negeri seharusnya menjadi pembeda dari
perguruan tinggi umum. Tidak hanya beda dari sisi mutu dan tata kelolanya
tetapi juga keberkahan dan kebermanfaatannya di masyarkat. Perguruan tinggi
Islam tidak murni sebagai lembaga akademik saja, tetapi juga harus berfungsi
lembaga dakwah. UIN harus menjadi lembaga ganda tanpa harus mereduksi satu sama
lain.
![]() |
Menteri Agama RI bersama Rektor UIN Ponorogo, dan Bupati Ponorogo |
Lebih
lanjut menteri Agama RI menegaskan, bahwa untuk mencetak Cendekiawan muslim,
maka diperlukan dosen yang tidak boleh sama kriterianya dengan dosen dari
perguruan tingg umum. Baik dari sisi perekrutannya maupun kompetensi yang
dimiliki. Dosen tidak boleh hanya mengajar, tetapi memberi keteladanan baik di
dalam kelas maupun di luar kelas. Mengapa demikian? Karena ekspektasi
masyarakat begitu tinggi kepada UIN. Background UIN ini adalah putih, maka
jangan pernah membuat satu titik noda pun, meskipun hanya satu titik noda
hitam. Karena itu tanggung jawab dosen begitu berat, menjadi teladan bagi
mahasiwanya. Hal yang serupa juga menjadi tanggung jawab mahasiswa untuk
menjaga kehormatannya menjadi mahasiswa di UIN.
Pernyataan
Prof. KH. Nasaruddin Umar tersebut tidaklah sederhana, apalagi di era dimana
hampir semua orang memiliki jejak digital di media sosial, baik dosen dan
mahasiswa. Sehingga diharapkan jika seorang dosen wanita atau mahasiswi
mengenakan jilbab sewaktu di kampus, maka di mana pun juga dia harus menutup
auratnya, baik di dunia nyata maupun di dunia maya, apalagi diunggah di media
sosial miliknya.
Perguruan
tinggi Islam harusnya memiliki dosen-dosen unggul yang tidak hanya mengajar,
tetapi juga harus bisa menjadi Mursyid, bahkan bisa menjadi seorang Syech. Pendidikan
tidak hanya mentransfer pengetahuan, bukankah tidak ada gunanya/ manfaatnya
jika mahasiswa pandai mendapat nilai cumlaude perilakunya kurang ajar, tidak
beradab. Tidak mampu mengedepankan adab
daripada ilmu. Dosen pada hakekatnya sama dengan guru. Guru berasal dari bahasa
sansekerta, Gu yang berarti kegelapan dan Ru yang berarti Obor penerang. Jadi
Guru sejatinya adalah obor pemberi penerangan saat gelap melanda. Kehadiran guru
atau dosen harusnya menjadi pencerah/ penerang bagi kegelapan atau kebodohan
yang melanda masyarakat. Hidup hanya sejengkal, apa yang hendak dicari, jika
pemimpin perguruan tinggi, dosen, para pejabat tidak mampu memberi prestasi,
maka kita akan malu kepada sejarah, apalagi jika sejarah itu dibaca oleh anak
cucu di generasi selanjutnya.
![]() |
Rektor UIN Kiai Ageng Muhammad Besari Ponorogo, Prof. Dr. Hj. Evi Muafiah |
Dalam
kesempatan Kuliah umum yang dihadiri ratusan civitas akademika UIN Kiai Ageng
Muhammad Besari Ponorogo, Bupati Ponorogo dan beberaoa pejabat dari Kementerian
Agama tersebut, Menteri juga berpesan bahwa hendaknya kita selalu membaca tidak
hanya Al Qur’an mikrokosmos tetapi juga Al Qur’an Makrokosmos. Seluruh jagad
raya semesta ini jauh sudah ada sebelum Al Qur’an mikrokosmos yang diwahyukan
kepada Rasululloh. Jadi UIN dengan segala kompetensi dosen yang dimiliki tidak
bleh hanyut dengan perguruan tinggi sekuler, yang hanya melahirkan mausia
tumpul yang tidak memiliki kepekaan sosial. Islam mengajarkan kita untuk
membaca ayat-ayat kauniyah, ciptaan Allah yang maha Agung harus dikaji dan
dibaca secara mendalam sehingga menghadirkan manfaat bagi kemaslahatan manusia,
tidak hanya manusia tetapi juga makhluk-makhluk lainnya. Sinergi dan saling
mengasihani antar sesama makhluk inilah esensi dari ekoteologi.Hukum Alam termaktub
dalam Al Qur’an Makrokosmos, tetapi Al Qur’an mikrokosmos memberi hukum
syariah. Hal inilah yang dipelajari dan diamalkan secara berimbang.
Lebih khusus sebelum menutup kuliahnya, Menteri Agama berpesan “Agama seperti nuklir, bisa menghadirkan keselamatan dan manfaat bagi ummat, lihatlah nuklir yang dikembangkan untuk tenaga listrik dan sumber energi murah lainnya. Tetapi jika disalahgunakan, maka nuklir bisa menjadi senjata penghancur massal yang dahsyat bagi semua makhluk di muka bumi. Karena itu Agama harus difungsikan sebagaimana seharusnya, untuk keselamatan manusia dan seluruh makhluk, bukan untuk memecah dan mengadu domba keberadaan mansuia di muka bumi, bukan untuk menghancurkan.” (hary, 14/9/2025)
0 comments:
Posting Komentar