f ' Kurikulum Pendidikan Indonesia: Antara Teori dan Realita di Lapangan ~ Inspirasi Pendidikan

Kamis, 10 Juli 2025

Kurikulum Pendidikan Indonesia: Antara Teori dan Realita di Lapangan

 

Oleh:  Nadyatul Mu’awanah

Kurikulum merupakan tulang punggung system pendidikan. Ia dirancang sebagai panduang utama dalam proses pembelajaran demi tercapainya tujuan pendidikan nasional. Namun dalam konteks Indonesia, kurikulum seringkali berubah mengikuti arus kebijakan politik, perubahan menteri dan tekanan global, tanpa diimbangi kesiapan atau prepare implementasi untuk terjun di lapangan. Akibatnya, terjadi kesenjangan yang mencolok antara konsep kurikulum di atas kertas dan kenyataan pelaksanaannya di lembaga sekolah-sekolah. Secara teoritis, kurikulumkurikulum yang dikenalkan oleh pemerintah mulai dari Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), Kurikulum 2006 (KTSP), Kurikulum 2013 (K-13), hingga Kurikulum Merdeka memiliki semangat yang progresif.

Misalnya, Kurikulum Merdeka dianggap sebagai kurikulum ideal, responsif terhadap perubahan zaman, dengan fokus pada pembelajaran berdiferensiasi dan memperkuat profil siswa Pancasila. Kurikulum ini juga menekankan kebebasan guru dan siswa dalam menentukan arah pembelajaran mereka. Namun, saat diterapkan di lapangan, kenyataannya sering kali melenceng jauh dari harapan. Di berbagai lokasi, terutama yang terpencil atau dengan fasilitas terbatas, banyak sekolah yang belum siap untuk mengimplementasikan kurikulum yang baru. Akses terhadap pelatihan bagi guru, sumber-sumber belajar, dan infrastruktur teknologi menjadi tantangan besar. Masih banyak guru yang belum memahami inti dari pendekatan terbaru dalam

kurikulum, sehingga hanya mengubah istilah tanpa mengubah cara mengajar secara signifikan. Selain itu, ketidakmerataan kualitas pendidikan di berbagai wilayah semakin memperbesar kesenjangan antara teori dan praktik. Sekolah-sekolah di perkotaan lebih siap untuk mengadopsi dan menerapkan kurikulum baru berkat dukungan infrastruktur dan sumber daya manusia yang memadai. Sementara itu, di daerah-daerah terpencil, para guru harus berjuang dengan keterbatasan, bahkan dalam hal-hal mendasar seperti akses ke buku teks atau internet. Dalam situasi ini, penerapan kurikulum nasional yang seragam sering kali tidak mempertimbangkan keragaman situasi lokal.

Aspek lain yang sangat penting adalah budaya pendidikan yang tetap bersifat instruksional dan berorientasi pada hafalan. Banyak pendidik dan murid yang masih terbiasa dengan sistem penilaian yang lebih menekankan pada hasil akhir, alih-alih pada proses. Hal ini menyebabkan, meskipun kurikulum mendorong pengembangan keterampilan berpikir kritis, kolaborasi, dan kreativitas, praktik di kelas masih terfokus pada tugas-tugas yang monoton dan mekanis. Penilaian berbasis proyek atau portofolio belum dipahami secara komprehensif dan diterapkan dengan efektif.

Pemerintah memang telah berupaya menyelenggarakan berbagai program pelatihan dan memberikan bantuan; namun skala dan kemauannya masih menjadi tantangan. Pelatihan sering kali cenderung searah , kurang konteks, dan tidak berkelanjutan. Namun, pergeseran paradigma iklim harus disertai dengan reformasi sistemik dalam pelatihan guru, penyediaan sumber daya , dan sistem evaluasi yang adil dan kontekstual. Kesimpulannya: kurikulum pendidikan Indonesia memang berkembang secara teori. Namun, tanpa persiapan implementasi yang matang dan dukungan nyata di lapangan, perubahan kurikulum hanya akan tetap menjadi wacana elitis yang gagal menjawab permasalahan inti pendidikan. Apa yang dibutuhkan lebih dari sekadar perubahan dokumen sinkronisasi; tetapi juga memerlukan perubahan pola pikir , sistem pendukung , dan komitmen nyata terhadap sekolah yang paling membutuhkan. Kurikulum yang baik bukanlah kurikulum yang paling maju, melainkan kurikulum yang paling relevan dan dapat diterapkan secara adil .
-------

* Penulis adalah mahasiswi Jurusan PAI di UIN Kiai Ageng Muhammad Besari Ponorogo

0 comments:

Posting Komentar