f ' Diterbangkan Setinggi-Tingginya, Lalu Dijatuhkan: Sebuah Refleksi di Hari Guru Atas Ketimpangan Apresiasi Dan Kesejahteraan ~ Inspirasi Pendidikan

Senin, 30 Juni 2025

Diterbangkan Setinggi-Tingginya, Lalu Dijatuhkan: Sebuah Refleksi di Hari Guru Atas Ketimpangan Apresiasi Dan Kesejahteraan

 Oleh: Nanda Eka Putri*

Ki Hajar Dewantara telah lama menanamkan nilai luhur tentang peran pendidik: “Ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani.” Namun bagaimana mungkin guru dapat menjadi teladan jika dirinya sendiri hidup dalam ketidakpastian?_

Setiap tanggal 25 November kita memperingati Hari Guru Nasional (HGN), sebuah momen penting untuk mengapresiasi jasa para pahlawan tanpa tanda jasa yang terus memberikan dedikasinya dalam mendidik para putra-putri bangsa. Di tengah perayaan hari guru menjadi pengingat bahwa guru tidak hanya berperan sebagai pendidik, tetapi juga pencerah peradaban yang membentuk masa depan bangsa.

Namun, di balik euforia peringatan Hari Guru tersimpan realita yang perlu direnungkan bersama. Pujian dan penghormatan yang diberikan pada guru terkadang belum diiringi dengan penghargaan yang mereka terima. Seringkali penerimaan tidak sejalan dengan pengorbanan, masih banyak ditemukan guru yang menjalankan tugas dengan penuh dedikasi tetapi hidup dalam keterbatasan. Tidak sedikit dari mereka yang masih berstatus honorer dengan penghasilan yang jauh dari kata layak, bahkan ada yang harus mencari pekerjaan tambahan untuk mencukupi kebutuhan keluarga. Dilansir dari web Retizen, berdasarkan data survei tentang kesejahteraan guru yang dilakukan oleh Lembaga Riset Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS) terhadap 117 guru honorer pada bulan Mei 2024, diperoleh hasil bahwa hanya 25,4% guru dengan gaji di atas Rp2 juta per bulan, sementara 74,6% responden lainnya berpenghasilan di bawah Rp2 juta per bulan. Tentu jumlah penghasilan ini sangat mengkhawatirkan bila dibandingkan biaya hidup yang semakin meningkat.

Beban tugas guru tidak hanya mengajar, tetapi juga mendidik, membimbing, dan membentuk karakter generasi penerus bangsa. Mereka hadir sebagai sosok yang sabar, menjadi penguat di tengah tantangan dunia pendidikan yang terus berubah. Dalam menjalankan tugasnya, guru dituntut untuk terus mampu beradaptasi dengan teknologi, menyusun administrasi pembelajaran, menghadapi berbagai karakter siswa, serta memenuhi harapan dari berbagai pihak yang terlibat. Namun di sisi lain, kesejahteraan dan perlindungan terhadap profesi mereka belum menjadi prioritas utama.

Presiden pertama Republik Indonesia, Ir. Soekarno pernah berpesan, “Berikan aku 1.000 orang tua, niscaya akan kucabut Semeru dari akarnya. Berikan aku 10 pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia.” Namun, untuk mencetak 10 pemuda yang mengguncangkan dunia, kita

memerlukan ribuan guru yang kuat, sejahtera, dan dihargai. Tanpa guru yang diberdayakan, harapan pada generasi emas hanya akan menjadi angan.

Kondisi ini menunjukkan bahwa penghormatan kepada guru seharusnya tidak berhenti pada seremoni tahunan semata. Lebih dari sekadar pujian dan apresiasi simbolis, guru membutuhkan perhatian yang nyata dalam bentuk kebijakan yang adil, pengakuan profesional, serta jaminan kesejahteraan yang mencukupi. Pemerintah, pemangku kebijakan, dan masyarakat perlu bersama-sama memastikan bahwa guru dapat menjalankan tugasnya dengan tenang, tanpa dibayangi oleh keresahan ekonomi maupun ketidakpastian status kerja.

Kita tidak bisa berharap pada hasil pendidikan yang berkualitas jika kesejahteraan para pendidik belum menjadi perhatian serius. Ketika guru mendapatkan haknya dengan layak, maka mereka pun akan memiliki ruang yang lebih luas untuk berinovasi dan memberikan pendidikan terbaik bagi anak-anak didiknya.

Hari Guru Nasional seharusnya menjadi momen untuk memperkuat komitmen terhadap peningkatan kualitas hidup guru. Sudah seharusnya apresiasi kepada guru tidak hanya diwujudkan dalam bentuk seremoni, tetapi juga dalam tindakan nyata yang memperbaiki ruang lingkup pendidikan, terutama yang menyangkut kesejahteraan dan perlindungan profesi mereka. Sebab, guru adalah ujung tombak pendidikan. Ketika mereka diberdayakan dan dihargai secara layak, maka masa depan bangsa akan ditopang oleh pondasi yang kuat.

Sumber terkait:

Kanaya, Keisha. 2024. Rendahnya Gaji Guru Honorer: Isu Pendidikan yang tak Kunjung Usai. Diakses pada 21 Juni 2025 dari https://retizen.republika.co.id/posts/495192/rendahnya-gajiguru-honorer-isu-pendidikan-yang-tak-kunjung-usai .

* Penulis adalah Mahasiswa Jurusan PAI, UIN Kiai Ageng Muhammad Besari Ponorogo

0 comments:

Posting Komentar