Oleh:
Shakayla Adzkiya El Queena Harfianto*
“Yah…ada yang bisa Aku
bantu?” sapaku lembut kepada Ayah yang lagi sibuk membersihkan taman kecil di
depan rumah.
“Alhamdulillah… sini donk,
ambilin sapu dan bersihin rumput dan daun-daun kering ini.” Jawab Ayah sambil
menunjuk ke arah daun-daun yang berserakan di dekatnya.
Aku pun sigap membersihkan
dan membuangnya di tempat sampah yang agak jauh di belakang rumah. Biasanya
setelah kering akan dibakar. Begitulah ritme hari libur yang kami lakukan.
Bunda sibuk masak di dapur, Adik membantu membersihkan area dapur.
Pagi ini cuaca cerah
sekali, langit bernuansa biru berselimut awan tipis putih keperakan. Burung-burung
berkicau riang hinggap di dedaunan pohon. Halaman belakang rumah kami memang
banyak pohon yang menjadi sarang beberapa burung dan berkembang biak di situ. Sementara
halaman depan dihiasi aneka bunga yang indah, semakin asri dan sedap dipandang
mata saat bunga bermekaran, banyak kupu-kupu datang sekedar untuk menghirup
madu bunga.
“ Ayah.. Kakak… istirahat
dulu, ini adik buatin teh hangat dan pisang goreng juga” Teriak adik dari dapur
sambil membawa nampan yang diletakkan di bale-bale depan rumah.
“ya, dik…terima kasih,
taruh situ saja dulu.” Sahutku
“ Yah, Istirahat dulu
yuuk.. mumpung masih hangat teh sama pisang gorengnya.” Kataku kepada Ayah seraya
menyandarkan sapu ke dinding,
Tanpa banyak bicara kami
pun segera cuci tangan dan duduk di bale-bale depan rumah sambil menatap taman
kecil yang dipenuhi bunga dan dihiasi kupu-kupu yang berterbangan.
“Yah… kalau ada kupu-kupunya
jadi cantik ya.. rumah kita.” Celetukku setelah menyeruput the hangat buatan
Adik.
“Alhamdulillah, artinya
kita telah memberikan ruang bagi makhluk Alloh yang indah itu.” Jawab Ayah
“Kakak tahu tidak bahwa
dari kupu-kupu ini kita belajar banyak tentang ketangguhan dalam hidup dan
kesabaran.” Lanjut Ayah yang sontak membuat Aku penasaran.
“oiya… apa karena keindahan
sayap yang warna-warni itu Yah?” Tanyaku penasaran, sambil bergeser mendekat ke
tempat duduk Ayah.
Aku tahu biasanya Ayah akan
memberikan cerita-cerita yang selalu menginspirasiku.
“Coba kakak ingat-ingat ya…bagaimana
proses kupu-kupu terbentuk. Dia berubah dari makhluk yang ditakuti, berbulu dan
bagi sebagaian orang itu merupakan hama bagi tanaman. Saat itu dia menjadi
Ulat. Ulat begitu dibenci karena bulu-bulunya ada yang bikin gatal, makan
daun-daunan, bisa merusak tanaman.” Jelas Ayah.
“Metamorfosis!” sahutku
percaya diri.
“benar sekali metamortosis
sempurna. Dalam perjalanan hidupnya dimulai dari telur, menjadi larva (ulat),
kemudian berubah menjadi pupa (kepompong), dan berubah menjadi kupu-kupu.”
Ayah berhenti sebentar
untuk minum, dan melanjutkan kembali.
“Untuk menjadi kupu-kupu
dia harus bertapa dulu, dia berubah menjadi pupa atau kepompong. setelah berbulan-bulan baru dia berubah wujud
menjadi kupu yang indah dengan sayap warna-warni.”
“Nilai Ketangguhan dan kesabarannya
dimana Yah?” tanyaku penasaran.
“Saat menjadi ulat, Ia
dibenci karena merugikan makhluk lain. Tapi fase berikutnya dia merenungi diri,
bertapa tidak makan sama sekali selama berbulan-bulan, membungkus dirinya. Dan itu
tentu membutuhkan perjuangan yang luar biasa, setelah itu Alloh mengaruniakan
dia menjadi kupu yang Indah.” Jelas Ayah bersemangat.
“Manusia juga harusnya
begitu, sebanyak apapun dosanya, jika dia mau bersabar, bertaubat dan pasrah
kepada Alloh, maka Alloh akan mengaruniai keindahan dalam hidupnya. Saat menjadi
kepompong, dia tidak bisa bergerak ke mana-mana, mungkin gelap dunianya. Tetapi
setelah ujian panjang itu bisa dilalui dengan penuh kesabaran, Alloh memberikan
hadiah sepasang sayap yang indah agar bisa terbang menghirup manisnya nectar bunga.
Kehadirannya selain menghadirkan keindahan juga bermanfaat bagi bunga untuk
penyerbukan. Maka diapun bermanfaat bagi kita semua.” Cerita Ayah seraya melahap
pisang goreng yang masih hangat di depannya.
Aku hanya bisa manggut-manggut
sambil merenungi perkataan Ayah. “Masya Alloh, sungguh tidak ada yang sia-sia
ciptaan Alloh.” Bisikku dalam hati.
“kakak pernah dengar
ungakapan begini ‘Jangan kau buang waktu mengejar kupu-kupu. Rawatlah kebunmu,
maka kupu-kupu akan datang’?” Tanya Ayah.
“Apa maksudnya itu Yah?”
tanyaku penasaran.
“itu adalah ungkapan dari
seorang penyair asal Brazil, Mario Quintana. Maksudnya dalam hidup itu, kita
tidak perlu mengejar-ngejar pengakuan orang lain, agar dianggap pandai,
menjilat agar bisa menjabat, menunjukkan seolah-olah mampu padahal tak mampu,
karena sesungguhnya itu sia-sia saja. Mungkin ada yang berhasil tetapi itu
hanya sementara. Yang harus dilakukan adalah perbaiki kompetensi diri, bekali
diri dengan pengetahuan, sikap yang baik, keterampilan yang bermanfaat. Maka
suatu saat nanti orang yang akan menilai dan mengetahui dari prestasimu. Dan keberkahan (kupu-kupu)
akan datang menghampirimu.” Jelas Ayah panjang lebar.
Sesaat aku terdiam, sambil
mengunyah pisang goreng. Tatapan mataku menuju kupu-kupu yang berterbangan di
pucuk-pucuk mawar putih, tapi pikiranku merenungkan kata-kata Ayah yang dalam
sekali maknanya.
Pagi ini aku belajar
kehidupan dari ulat, kupu-kupu, dan aneka bunga. Sekali lagi Ayahku mengajarkan
bahwa dimanapun tempatnya bisa menjadi sekolah, dan siapapun bisa menjadi guru,
bahkan hewan dan tumbuhan.
Sungguh Alloh Maha Besar,
tidak ada satupun ciptaanNya yang sia-sia, bagi mereka yang mau berpikir.