f ' Inspirasi Pendidikan

Inspirasi Pendidikan untuk Indonesia

Pendidikan bukan cuma pergi ke sekolah dan mendapatkan gelar. Tapi, juga soal memperluas pengetahuan dan menyerap ilmu kehidupan.

Bersama Bergerak dan Menggerakkan pendidikan

Kurang cerdas bisa diperbaiki dengan belajar. Kurang cakap dapat dihilangkan dengan pengalaman. Namun tidak jujur itu sulit diperbaiki (Bung Hatta)

Berbagi informasi dan Inspirasi

Tinggikan dirimu, tapi tetapkan rendahkan hatimu. Karena rendah diri hanya dimiliki orang yang tidak percaya diri.

Mari berbagi informasi dan Inspirasi

Hanya orang yang tepat yang bisa menilai seberapa tepat kamu berada di suatu tempat.

Mari Berbagi informasi dan menginspirasi untuk negeri

Puncak tertinggi dari segala usaha yang dilakukan adalah kepasrahan.

Selasa, 24 Juni 2025

PENDIDIKAN KITA BUKAN KURANG KURIKULUM, TAPI KURANG ARAH.

 Oleh: Muhammad Shlahudin Al Farabi

Pendidikan seharusnya menjadi sarana pembentukan manusia seutuhnya, bukan hanya tempat memperoleh nilai dan ijazah. Kurikulum memiliki peran penting dalam membimbing peserta didik agar mampu berpikir mandiri, beradaptasi dengan perkembangan zaman, dan menjalani kehidupan secara bermakna[1]. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003, tujuan pendidikan nasional adalah membentuk manusia Indonesia yang religius, berbudi pekerti luhur, cerdas, dan mandiri[2]. Oleh karena itu, sistem pendidikan seharusnya lebih dari sekadar proses transfer pengetahuan, melainkan wadah yang mengembangkan karakter dan kepedulian sosial peserta didik. Sayangnya, harapan tersebut sering kali tidak tercermin dalam pelaksanaan di lapangan.

Di sisi lain, dinamika perubahan kurikulum di Indonesia justru menimbulkan kebingungan dan beban baru, alih-alih perbaikan yang nyata[3]. Kurikulum Merdeka, misalnya, meskipun membawa konsep yang terdengar inovatif, masih belum bisa diterapkan secara optimal karena keterbatasan sarana dan kurangnya pelatihan bagi tenaga pendidik[4]. Banyak guru harus menghabiskan waktu untuk memenuhi tuntutan administratif, sementara siswa masih berfokus pada nilai akhir ketimbang makna belajar[5]. Proses pembelajaran pun menjadi kehilangan arah. Hal ini menunjukkan bahwa permasalahan utama pendidikan kita bukan pada kekurangan kurikulum, melainkan pada ketiadaan arah pendidikan yang jelas dan berkelanjutan.

Selama kurang lebih dua puluh tahun terakhir, sistem pendidikan di Indonesia telah mengalami enam kali perubahan kurikulum, mulai dari Kurikulum 1994, Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) 2004, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006, Kurikulum 2013, Kurikulum Darurat saat pandemi, hingga Kurikulum Merdeka yang diterapkan sejak 2022. Frekuensi perubahan ini menunjukkan bahwa pendidikan kita cenderung bergerak tanpa arah yang pasti[6]. Padahal, dalam sistem pendidikan yang ideal, kurikulum bukan sesuatu yang bisa diganti sewaktu-waktu, melainkan harus dibangun atas dasar visi jangka panjang yang kuat.

Perubahan yang terlalu sering ini mengindikasikan bahwa Indonesia belum memiliki pijakan filosofis yang mantap dalam menentukan arah pendidikan nasional. Pergantian kurikulum lebih banyak dipengaruhi oleh dinamika politik, pergantian kepemimpinan, atau sekadar merespons situasi sementara, bukan dari evaluasi mendalam terhadap tujuan pendidikan[7]. Akibatnya, para pendidik dan peserta didik sering kali menjadi korban dari kebijakan yang belum matang. Proses belajar pun terjebak dalam transisi terus-menerus yang melelahkan. Hal ini mempertegas bahwa inti masalah pendidikan kita bukan semata-mata terletak pada bentuk kurikulum, tetapi pada ketidakjelasan arah pendidikan itu sendiri.

Kemudian ada fenomena lima tahunan yang sering kali muncul yakni, bergantinya kurikulum setiap kali terjadi pergantian Menteri Pendidikan[8], hal ini mencerminkan bahwa Indonesia belum memiliki arah pendidikan yang konsisten dan berkesinambungan. Seharusnya, kurikulum dirancang berdasarkan visi jangka panjang yang tetap relevan meski terjadi perubahan kepemimpinan. Namun dalam kenyataannya, kurikulum justru sering berubah mengikuti kebijakan menteri baru, seolah menjadi agenda individu bahkan ada isu kurikulum pesanan, bukan bagian dari rencana nasional yang utuh. Hal ini menunjukkan lemahnya komitmen pemerintah dalam menjaga kesinambungan pendidikan serta ketiadaan peta jalan yang jelas menuju masa depan.

Lebih dari itu, isi kurikulum yang diajarkan pun sering kali tidak selaras dengan kebutuhan nyata masyarakat. Banyak materi yang bersifat teoritis dan normatif, namun minim relevansi dengan tantangan kehidupan sehari-hari maupun dunia kerja[9]. Akibatnya, lulusan pendidikan formal justru kerap kesulitan beradaptasi di lapangan. Ketimpangan ini memperlihatkan bahwa perencanaan pendidikan Indonesia belum benar-benar berpijak pada kebutuhan rakyatnya. Kurikulum berubah, tetapi orientasinya tetap tidak jelas—tidak menjawab tantangan zaman, tidak membekali peserta didik dengan keterampilan esensial, dan tidak mengarahkan pendidikan ke masa depan yang nyata.

Akar persoalan pendidikan di Indonesia bukan semata-mata terletak pada jumlah atau bentuk kurikulum, melainkan pada absennya arah yang konsisten dan visi jangka panjang yang kokoh. Pergantian kurikulum yang terlalu sering, tanpa dasar filosofis yang kuat, mencerminkan betapa pendidikan kita masih terombang-ambing oleh dinamika kebijakan jangka pendek. Namun, kondisi ini seharusnya tidak memadamkan semangat kita untuk terus belajar dan berkarya. Justru di tengah ketidakpastian sistem, kita ditantang untuk menjadi pribadi yang adaptif, berpikir kritis, dan mampu memberi manfaat bagi sesama. Apapun bidang yang kita tekuni, sekecil apa pun peran yang kita jalankan, selama dilakukan dengan niat tulus dan kepedulian terhadap negeri ini, maka kita telah turut serta menyalakan cahaya perubahan.

Sebagaimana yang pernah dikatakan oleh Ki Hadjar Dewantara, "Setiap orang menjadi guru, setiap rumah menjadi sekolah." Maka, biarlah kita memulai dari diri sendiri—dengan terus belajar, peduli, dan berbuat baik—karena masa depan Indonesia bukan hanya ditentukan oleh sistem, melainkan oleh mereka yang tak pernah lelah menyalakan harapan.

Daftar Pustaka:

[1] Mohamad Rifqi Hamzah et al., “Kurikulum Merdeka Belajar sebagai Wujud Pendidikan yang Memerdekakan Peserta Didik,” Arus Jurnal Pendidikan 2, no. 3 (December 11, 2022): 221–26, https://doi.org/10.57250/ajup.v2i3.112.

[2] “Implementasi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Di Blitar | Jurnal Supremasi,” accessed June 21, 2025, https://ejournal.unisbablitar.ac.id/index.php/supremasi/article/view/374.

[3] M. Afiqul Adib, “Evaluasi dan Kritik terhadap Pelaksanaan Kurikulum Merdeka: Perspektif Guru, Siswa, dan Pengelola Pendidikan,” SERUMPUN : Journal of Education, Politic, and Social Humaniora 3, no. 1 (February 26, 2025): 1–18, https://doi.org/10.61590/srp.v3i1.146.

[4] Indra Gunawan and Yohanes Bahari, “Problematika Kurikulum Merdeka Dalam Sudut Pandang Teori Struktural Fungsional (Study Literatur),” Journal Of Human And Education (JAHE) 4, no. 4 (July 13, 2024): 178–87, https://doi.org/10.31004/jh.v4i4.1191.

[5] “Ketika Guru Sibuk Urus Administrasi PMM, Mas Menteri Sayangilah Guru Kita!,” Detik Aceh News (blog), accessed June 21, 2025, https://www.detikacehnews.id/2024/06/ketika-guru-sibuk-urus-administrasi-pmm.html.

[6] medcom id developer, “6 Kali Ganti Kurikulum dalam 20 Tahun, Pendidikan Indonesia Mau Dibawa Kemana?,” medcom.id, April 30, 2025, https://www.medcom.id/pendidikan/news-pendidikan/Obz58MxN-6-kali-ganti-kurikulum-dalam-20-tahun-pendidikan-indonesia-mau-dibawa-kemana.

[7] Fadhilah Sabrina et al., “Persepsi Publik Terhadap Pergantian Menteri Pendidikan: Studi Survei Di Kalangan Mahasiswa Dan Tenaga Pendidik,” Dinamika Pembelajaran : Jurnal Pendidikan Dan Bahasa 2, no. 1 (2025): 107–20, https://doi.org/10.62383/dilan.v2i1.1122.

[8] Bagelen Channel, “Ganti Menteri Ganti Kurikulum? Sebuah Tantangan dan Harapan Bangsa Indonesia Untuk Pendidikan Masa Depan Bagelen Channel, January 24, 2025, https://bagelenchannel.com/2025/01/ganti-menteri-ganti-kurikulum-sebuah-tantangan-dan-harapan-bangsa-indonesia-untuk-pendidikan-masa-depan/.

[9] Eps 860 | Berita Duka : Kurikulum Pendidikan Indonesia Cuma Omon Omon, 2025, https://www.youtube.com/watch?v=Yb_Z5OiF4C8.

-------- 

* Penulis adalah Mahasiwa jurusan PAI UIN Kiai Ageng Muhammad Besari Ponorogo

Minggu, 15 Juni 2025

“MERASA SALAH PILIH JURUSAN?” CEK PENYEBAB, DAMPAK, SOLUSI DAN LANGKAH ANTISIPASINYA.

 

Oleh: Hariyanto

Memasuki jenjang pendidikan tinggi adalah salah satu fase penting dalam kehidupan seseorang. Pilihan jurusan kuliah bukan hanya menentukan arah studi selama beberapa tahun, tetapi juga memengaruhi jalur karier dan masa depan seseorang. Namun, di balik pentingnya keputusan tersebut, tidak sedikit mahasiswa yang justru merasa telah salah memilih jurusan. Fenomena salah jurusan menjadi isu yang cukup umum di kalangan mahasiswa Indonesia, bahkan tidak jarang berdampak pada kesehatan mental, motivasi belajar, hingga kegagalan akademik.

Data dari berbagai survei menunjukkan bahwa sekitar 30–50% mahasiswa di Indonesia pernah merasa salah jurusan. Dalam survei yang dilakukan oleh Youthmanual pada tahun 2020, lebih dari 45% mahasiswa mengaku tidak yakin dengan jurusan yang mereka ambil, dan 27% menyatakan bahwa mereka ingin pindah jurusan setelah satu hingga dua semester perkuliahan. Hal ini menunjukkan bahwa masih banyak mahasiswa yang membuat keputusan tanpa pemahaman yang cukup terhadap diri sendiri maupun jurusan yang dipilih.

Dampak dari salah jurusan tidak bisa dianggap sepele. Mahasiswa yang tidak merasa cocok dengan jurusannya cenderung mengalami penurunan motivasi belajar, stres berkepanjangan, bahkan dropout. Selain itu, kondisi ini bisa menyebabkan pemborosan waktu, tenaga, dan biaya, baik bagi mahasiswa maupun keluarganya. Dalam jangka panjang, salah jurusan juga dapat berimbas pada minimnya kesiapan lulusan dalam menghadapi dunia kerja, karena mereka tidak memiliki keterampilan yang sesuai atau tidak memiliki ketertarikan terhadap bidang yang digeluti.

Fenomena ini menggambarkan pentingnya kesiapan mental dan informasi yang matang sebelum memilih jurusan kuliah. Kurangnya bimbingan karier di tingkat sekolah menengah, tekanan dari keluarga, serta kurangnya pemahaman diri menjadi beberapa faktor utama yang mendorong mahasiswa salah memilih jurusan.

Dengan menyadari tingginya angka kesalahan dalam pemilihan jurusan dan dampaknya, perlu ada langkah konkret, baik dari pihak individu, keluarga, maupun institusi pendidikan, untuk mencegah dan menangani fenomena ini secara serius. Oleh karena itu, artikel ini akan membahas penyebab mahasiswa salah memilih jurusan, langkah yang harus diambil setelah menyadarinya, dampaknya terhadap masa depan, serta strategi antisipatif agar calon mahasiswa tidak mengalami hal serupa.

Penyebab Mahasiswa Salah Memilih Jurusan

1.     Kurangnya Pemahaman Diri

Banyak mahasiswa belum sepenuhnya mengenal minat, bakat, dan potensi dirinya saat memilih jurusan. Mereka mungkin memilih jurusan berdasarkan nilai tinggi di mata pelajaran tertentu, bukan karena ketertarikan jangka panjang.

2.    Tekanan Orang Tua atau Lingkungan
Ada kalanya pilihan jurusan lebih didorong oleh keinginan orang tua, status sosial, atau tren, bukan pilihan pribadi. Hal ini bisa membuat mahasiswa merasa tidak nyaman saat menjalani kuliah.

3.    Kurangnya Informasi tentang Jurusan
Tidak semua calon mahasiswa memahami secara menyeluruh isi perkuliahan dan prospek kerja dari jurusan yang dipilih. Mereka bisa saja baru menyadari ketidaksesuaian ini setelah memasuki perkuliahan.

4.   Salah Persepsi terhadap Karier
Banyak yang memilih jurusan dengan anggapan keliru tentang prospek kerja yang akan dijalani. Misalnya, mengira jurusan tertentu akan memberikan pekerjaan yang "keren" atau "menghasilkan banyak uang", tanpa mempertimbangkan realitas di lapangan.

Apa yang Harus Dilakukan Jika Sudah Terlanjur Salah Jurusan?

1.     Lakukan Refleksi Diri

Kenali akar penyebab ketidaknyamanan. Apakah karena metode pembelajaran, materi kuliah, lingkungan, atau memang tidak sesuai dengan minat dan nilai hidup?

2.    Konsultasi dengan Dosen Pembimbing atau Konselor Kampus

Bicarakan kondisi ini dengan orang yang berpengalaman. Mereka bisa memberikan saran objektif, termasuk kemungkinan pindah jurusan atau strategi bertahan.

3.    Pertimbangkan Pindah Jurusan atau Kampus

Jika benar-benar merasa tidak cocok dan masih berada di semester awal, pindah jurusan bisa menjadi solusi jangka panjang. Tentu, keputusan ini harus dipikirkan matang-matang.

4.   Manfaatkan Waktu untuk Pengembangan Diri di Luar Kampus

Jika pindah jurusan tidak memungkinkan, cobalah mengembangkan skill atau minat melalui organisasi, kursus online, atau magang di bidang yang disukai.

5.    Tentukan Arah Karier Lebih Awal

Meskipun tidak cocok dengan jurusan, masih banyak peluang karier yang tidak selalu harus linier dengan pendidikan formal. Fokus pada apa yang bisa dikembangkan dan dimanfaatkan dari pengalaman kuliah.

Langkah Antisipasi agar Tidak Salah Jurusan

1.    Lakukan Tes Minat dan Bakat Sejak Dini

Tes psikologi dan asesmen karier dapat membantu mengenali kecenderungan alami dan potensi seseorang.

2.   Riset Mendalam tentang Jurusan dan Karier

Calon mahasiswa harus aktif mencari informasi dari berbagai sumber seperti website resmi kampus, alumni, atau profesional di bidang tersebut.

3.   Ikuti Seminar atau Konseling Karier

Mengikuti workshop atau bimbingan karier sebelum SNBT/SNBP bisa membantu memperjelas arah pendidikan.

4.  Jangan Terburu-Buru Mengikuti Tren

Pilih jurusan bukan karena sedang populer atau karena teman masuk ke sana, tetapi berdasarkan kesesuaian pribadi.

5.   Libatkan Orang Tua sebagai Mitra Diskusi, Bukan Penentu

Orang tua sebaiknya memberikan dukungan dan ruang bagi anak untuk memilih jalannya sendiri, bukan memaksakan kehendak.

Salah memilih jurusan bukan akhir dari segalanya. Yang terpenting adalah bagaimana mahasiswa menyikapi kondisi tersebut dengan bijak dan tidak menyerah. Setiap kesalahan bisa menjadi awal dari keputusan yang lebih baik jika ditindaklanjuti dengan refleksi dan perencanaan yang matang. Bagi calon mahasiswa, mengenal diri dan melakukan riset mendalam sebelum memilih jurusan adalah kunci agar perjalanan akademik dan karier di masa depan tidak terhambat oleh keputusan yang terburu-buru. Tetap Semangat dan Salam Inspirasi (Hary/15/06/2025)

------- 
Penulis adalah Dosen FTIK di UIN Kiai Ageng Muhammad Besari Ponorogo 

Jumat, 13 Juni 2025

NASKAH LOMBA PIDATO TEMA: PENTINGNYA BERAKHLAQUL KARIMAH BAGI SEORANG PELAJAR


inspirasipendidikan.com_ Sahabat Inspirasi Pendidikan, kali ini kami akan berbagi satu naskah lomba pidato dengan tema pentingnya beraklaqul karimah bagi seorang pelajar. Tentu saja tema seperti ini sering dijumpai pada waktu pembaca akan mengikuti lomba pidato. Naskah pidato ini bisa digunakan dan diperkirakan waktunya tidak lebih dari 7 menit. Perhatikan betul tempo, ekspresi, intonasi, artikulasi dan tentu saja kepercayaan diri anda saat membawakan pidato ini. selamat mencoba dan teruslah berlatih sampai anda berhasil menjadi seorang orator yang hebat.

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

الْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى أَشْرَفِ اْلأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ وَعَلَى اَلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ أَمَّا بَعْدُ

yang saya hormati Dewan juri, dan

Hadirin Rohimakumulloh.

Pertama-tama marilah kita panjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT, yang telah memberikan nikmat kepada kita, dari nikmat yang paling kecil, sampai nikmat yang paling besar, yaitu nikmat Iman dan Islam. Apa bukti kenikmatan itu? sampai detik ini kita tetap diberi keimanan dan secara istiqomah menjalankan perintah Alloh dalam Al Qur’an dan ajaran Rasulullah melalui Al Hadits.

Sholawat beserta salam marilah kita haturkan kepada junjungan kita, Baginda Nabi Muhammad SAW.

Hadirin Rohimakumulloh,

Dewan Juri yang terhormat,

Dalam kesempatan yang berbahagia ini, saya akan menyampaikan pidato dengan judul “Pentingnya berAkhlaqul Karimah Bagi Seorang Pelajar”

Bapak Ibu, teman-teman sekalian, Akhir-akhir ini kita mendengar berita anak-anak yang menjadi korban bully di sekolah.Tahu bully kan? Ya…itu bahasa Indonesianya Perundungan, yaitu sebuah perbuatan yang tidak menyenangkan seperti mengucilkan, menindas, menyusahkan orang lain dan berpotensi dilakukan berulang-ulang. Teman-teman pernah jadi korban bully di sekolah? Pernah membully? Astaghfirulloh, sesungguhnya bully ini adalah perbuatan yang tidak terpuji. Tentu saja perbuatan ini sangat dilarang oleh agama Islam. Sebagai pelajar kita tidak boleh melakukan perbuatan itu.

Sebagai pelajar Islam sudah seharusnya kita mencontoh Akhlaqul karimah yang dipraktekkan Nabi Muhammad SAW dalam kehidupan sehari-hari. Al Qur’an secara tegas menerangkan:

لَّقَدْ كَانَ لَكُمْ فِى رَسُولِ ٱللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُوا۟ ٱللَّهَ وَٱلْيَوْمَ ٱلْءَاخِرَ وَذَكَرَ ٱللَّهَ كَثِيرًا

Artinya: Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.

Hadirin yang berbahagia, lantas contoh aklaqul karimah yang seperti apa yang seharusnya dilakukan oleh para pelajar?

Yang pertama, Akhlaq kepada Alloh SWT, apa maksudnya? Sebagai makhluk kita tidak boleh menyekutukan Alloh SWT, harus menjalankan peritahNya dan menjauhi laranganNya.

Yang kedua, Akhlaq kepada guru dan orang tua. Kita harus menghormati, berbakti kepada guru dan orang tua, menuruti semua nasehat-nasehatnya. InsyaAlloh keberkahan dan ridho dari beliau-beliau itu akan menjadi pintu pembuka untuk masa depan kita yang lebih baik.

Yang ketiga adalah Akhlaq terhadap ilmu pengetahuan, bahwa semua ilmu pengetahuan yang kita miliki harus bermanfaat untuk semua manusia, dan semua makhluk Alloh.

Dewan juri dan hadirin Rohimakumulloh,

Demikianlah yang bisa saya sampaikan. Semoga sebagai pelajar kita dapat memiliki dan mempraktekkan aklaqul karimah. Akhlaq yang terpuji sesuai tuntunan rasulullah.

Saya tutup pidato ini dengan pantun:

Ada cambuk ada cemeti
Jaga akhlak budi pekerti
Tabiat buruk segera diganti.
Simpan satu di dalam peti

 Billahi taufiq walhidaayah.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Rabu, 04 Juni 2025

ANTARA TEGAS DAN BERSAHABAT: HARAPAN SISWA TERHADAP SOSOK GURU BK DI ERA DIGITAL

 Oleh: Dr. Hariyanto, M.Pd

Di era digital yang serba cepat dan kompleks ini, peran guru Bimbingan dan Konseling (BK) menjadi semakin penting namun juga semakin menantang. Perkembangan teknologi informasi yang pesat tidak hanya memengaruhi cara siswa belajar, tetapi juga memengaruhi dinamika psikososial mereka. Dalam konteks ini, muncul harapan baru dari siswa: sosok guru BK yang tidak hanya tegas dalam menegakkan aturan, tetapi juga bersahabat dan empatik dalam mendampingi mereka melewati fase-fase sulit kehidupan remaja.

Sayangnya, persepsi negatif terhadap guru BK masih cukup kuat di kalangan siswa. Banyak yang menganggap guru BK sebagai "polisi sekolah" yang tugasnya hanya menghukum atau mencari kesalahan. Hal ini tidak terlepas dari pendekatan yang terlalu represif dan kurang humanis yang masih sering dijumpai di sejumlah sekolah. Contohnya, praktik razia HP tanpa izin atau penyitaan barang pribadi tanpa prosedur yang jelas sering kali menimbulkan trauma dan hilangnya kepercayaan siswa.

Lebih jauh, praktik razia HP dan membuka isi percakapan pribadi siswa tanpa izin dapat melanggar prinsip dasar hak asasi manusia, termasuk hak atas privasi sebagaimana diatur dalam Pasal 28G UUD 1945 dan diperkuat oleh Pasal 26 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Dalam UU ITE, data pribadi dilindungi secara hukum, dan penyebaran maupun pengaksesan informasi pribadi tanpa izin dapat dipidana. Oleh karena itu, guru BK harus memahami bahwa niat baik sekalipun tidak membenarkan pelanggaran privasi siswa. Tanpa persetujuan tertulis atau dasar hukum yang kuat, praktik seperti membuka isi chat pribadi adalah bentuk pelanggaran hukum dan etika profesi.

Padahal, fungsi utama guru BK adalah membantu siswa memahami diri, mengatasi masalah, dan berkembang secara optimal, baik secara akademik, sosial, maupun emosional. Untuk itu, dibutuhkan pendekatan yang lebih adaptif dan relevan dengan zaman. Guru BK harus mampu menjembatani antara ketegasan dalam menegakkan norma dan sikap bersahabat yang membangun hubungan emosional yang sehat dengan siswa. Harus diingat bahwa Pelayanan bimbingan dan konseling bertujuan untuk membantu individu menemukan dan mengembangkan potensi dirinya, memiliki sikap dan kebiasaan belajar yang efektif, mengenal dan menyesuaikan diri dengan lingkungannya, dan merencanakan pilihan karir dan kehidupannya di masa depan.Tujuan mulya tersebut hendaknya dilakukan juga dengan cara yang tepat.

Hasil penelitian oleh Sari & Permana (2020) menunjukkan bahwa siswa lebih terbuka dan merasa nyaman berkonsultasi apabila guru BK menunjukkan sikap empatik, tidak menghakimi, dan bersedia mendengarkan secara aktif. Penelitian lain oleh Hidayati (2021) juga menegaskan bahwa pendekatan konseling yang humanistik dan non-represif meningkatkan efektivitas layanan konseling hingga 73% dibandingkan pendekatan tradisional yang kaku dan otoriter. Dalam praktik nyata hampir bisa dipastikan hanya sedikit sekali siswa yang sukarela datang ke ruang BK untuk konseling, berbicara dari hati ke hati dengan guru BK mengenai permasalahan pribadi, permasalahan yang terkait dengan sekolah, dan pengembangan karir. Justru mereka datang karena dipanggil guru BK.

Sikap tegas bukan berarti keras atau otoriter, melainkan konsisten dalam nilai dan aturan yang disepakati bersama. Sementara sikap bersahabat mencerminkan empati, keterbukaan, dan kesediaan untuk mendengarkan tanpa menghakimi. Dalam kombinasi ini, siswa akan merasa aman sekaligus dihargai sebagai individu yang memiliki suara dan masalah yang layak didengar.

Era digital juga menuntut guru BK untuk melek teknologi. Menggunakan media sosial, platform konseling daring, dan pendekatan digital lainnya dapat menjadi sarana yang efektif untuk membangun kedekatan dengan siswa. Guru BK yang memahami bahasa digital dan tantangan dunia maya yang dihadapi siswa akan lebih relevan dan diterima.

Akhirnya, harapan siswa terhadap guru BK di era digital sangat jelas: mereka menginginkan sosok yang bisa menjadi pendengar setia, pembimbing bijak, dan mitra yang bisa dipercaya. Ketegasan tetap diperlukan, tetapi harus dibalut dengan sikap humanis yang penuh empati. Dengan begitu, ruang BK akan berubah dari tempat yang ditakuti menjadi tempat yang dicari ketika siswa butuh pertolongan.

Transformasi ini hanya mungkin terjadi jika guru BK bersedia merefleksikan ulang peran dan pendekatannya. Kepala sekolah juga memiliki peran strategis dalam menciptakan budaya sekolah yang mendukung fungsi konseling yang sehat dan efektif. Kepala sekolah harus memberikan pelatihan berkelanjutan bagi guru BK agar dapat mengembangkan pendekatan yang lebih empatik, berbasis data, dan sesuai etika profesi. Selain itu, penting bagi kepala sekolah untuk membentuk kebijakan sekolah yang melindungi hak-hak siswa, termasuk privasi digital mereka.

Kepala sekolah juga dapat memfasilitasi forum komunikasi antara siswa dan guru BK, misalnya dalam bentuk survei kepuasan layanan BK atau dialog terbuka untuk mendengarkan aspirasi siswa. Dengan demikian, siswa merasa dilibatkan dan dihargai, sementara guru BK memperoleh masukan berharga untuk memperbaiki pendekatan mereka. Langkah-langkah ini akan memperkuat citra guru BK sebagai mitra pengembangan potensi siswa, bukan sekadar penegak disiplin. Di antara ketegasan dan kehangatan, di situlah terletak kekuatan sejati seorang guru BK masa kini.

Daftar Pustaka:

Hidayati, R. (2021). Efektivitas Pendekatan Humanistik dalam Layanan Bimbingan Konseling di Sekolah Menengah. Jurnal Konseling Pendidikan, 9(2), 112–120.

Sari, M., & Permana, A. (2020). Persepsi Siswa terhadap Sikap Empatik Guru BK dan Dampaknya pada Keterbukaan Konseling. Jurnal Psikologi dan Konseling, 8(1), 45–53.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28G.

---------

   * Penulis adalah dosen FTIK di UIN Kiai Ageng Muhammad Besari Ponorogo

Kamis, 29 Mei 2025

KEMAJUAN PERGURUAN TINGGI DAN POTENSI PENINGKATAN EKONOMI; SEBUAH REFLEKSI HISTORIS DALAM PERSPEKTIF KEKINIAN

 Oleh: Dr. Hariyanto

Refleksi Historis

Perguruan tinggi identik dengan kampus yang melahirkan para cendekiawan, yang akan menjadi penerus atas kemajuan suatu bangsa. Berkaca dari sejarah peradaban dapat dilihat bahwa kemajuan suatu bangsa tercermin dari berdirinya kampus-kampus yang memiliki dampak signifikan untuk kemajuan masyarakat dan  negaranya. Jejak sejarah mencatat di kerajaan Sriwijaya, bahwa Candi Muaro Jambi pada zaman dahulu adalah pusat pendidikan tinggi dalam lima bidang ilmu (Panca widya) yaitu bahasa, pengobatan, logika, seni, keterampilan kerajinan dan pengelolaan batin atau kejiwaan. I-tsing seorang biksu dari Tiongkok menyebutkan adanya perguruan tinggi agama Budha di Sriwijaya yang memiliki beberapa murid biksu dari berbagai wilayah. Bukti menunjukkan pada masa itu, Sriwijaya mencapai zaman keemasannya. Jejak kemajuan pendidikan juga tercermin dari peninggalan sejarah pada zaman Majapahit. Hal ini pun menjadi sebuah bukti bahwa pendidikan dan kemajuan suatu bangsa memiliki hubungan resiprokal dan saling menguatkan.

Jejak kemajuan pendidikan dalam peradaban Islam juga dapat dilihat dari beberapa perguruan tinggi yang tersohor di masanya bahkan sampai sekarang ini. misalnya Universitas Al-Qarawiyin (Jami’ah Al Qarawiyin) di Maroko. Oleh Unesco pada tahun 1998 dinobatkan sebagai perguruan tinggi pertama di dunia yang memberikan gelar kesarjanaan. Universitas lainnya adalah Universitas Al Azhar yang berada di Mesir. Sementara itu di Indonesia pada zaman kolonial Belanda, pendidikannya berupa pondok pesantren dan madrasah, belum ditemukan sebuah catatan berdirinya perguruan tinggi di masa itu, terutama perguruan tinggi Islam.

Indonesia yang memiliki penduduk mayoritas beragama Islam, baru beranjak untuk mendirikan perguruan tinggi agama Islam saat Masyumi mendirikan Sekolah Tinggi Islam (STI) pada tanggal 08 Juli 1946. Kemudian Universitas Islam Indonesia (UII) pada tanggal 10 Maret 1948. Sejak tahun 1950 Pemerintah Indonesia kemudian mendirikan PTAIN seperti STAIN, IAIN, dan UIN. Hingga saat ini beberapa perguruan tinggi tersebut sudah beralih status menjadi Universitas, Misalnya di Kabupaten Ponorogo, dari STAIN Ponorogo sekarang menjadi Universitas Islam Negeri Kiai Ageng Muhammad Besari, atau disingkat UIN KAMI. Kebijakan pemerintah mendirikan PTAI di seluruh Indonesia inipun diimbangi dengan pendirian PTN di seluruh wilayah Indonesia, bahkan yayasan dan persyarikatan sebagai bagian dari masyarakat diizinkan mendirikan lembaga pendidikan dari jenjang Pra sekolah sampai pendidikan tinggi, pada jalur formal maupun non formal.

Perspektif Kekinian

Keberadaan perguruan tinggi (PT) di suatu daerah memiliki peranan krusial dalam mendorong pembangunan ekonomi lokal dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Melalui fungsi utamanya sebagai pusat pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat, PT menciptakan sumber daya manusia yang unggul, merangsang inovasi, dan membentuk ekosistem ekonomi berbasis pengetahuan (knowledge-based economy).

Penelitian menunjukkan bahwa tingkat kepadatan institusi pendidikan tinggi di suatu wilayah berkorelasi signifikan dengan pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan indeks pembangunan manusia (IPM). Liang & Chen (2024) dalam studi panel di Tiongkok membuktikan bahwa pertumbuhan pendidikan tinggi meningkatkan produktivitas cerdas (intelligent productivity) melalui integrasi teknologi seperti AI dan otomatisasi.

Saat ini perkembangan teknologi Artificial Intelligence (AI) telah memperkuat peran strategis perguruan tinggi dalam pembangunan regional. AI meningkatkan efisiensi pengajaran, memperluas akses pendidikan melalui platform digital, dan membuka peluang ekonomi baru berbasis inovasi. Yusuf & Ibrahim (2024) mencatat bahwa pemanfaatan AI dalam kegiatan akademik dan riset di universitas tidak hanya meningkatkan mutu pembelajaran, tetapi juga mengurangi biaya sosial seperti layanan kesehatan dan pengangguran.

Sekarang mari kita amati dampak perguruan tinggi terhadap peningkatan ekonomi dalam skala regional. Peningkatan kesejahteraan atau taraf ekonomi masyarakat dari keberadaan perguruan tinggi secara nyata dapat dilihat dari bertumbuhnya UMKM di sekitaran kampus. Misalnya di Kabupaten Ponorogo. Keberadaan UIN kampus 1 di jalan Pramuka menyebabkan para pengusaha baru dalam berbagai sektor, misalnya pendirian rumah kos, rental motor, foto copy, warung makan dan minum, café, bengkel, dan masih banyak lagi. Hal yang sama juga terlihat darip pendirian kampus 2 UIN KAMI di Desa Pintu Kecamatan Jenangan. Sejak kampus 2 operasional dan ditempati ribuan mahasiswa, maka geliat ekonomi masyarakat desa setempat dan sekitarnya mulai bertumbuh. Tanah kosong disamping dan depan kampus sekarang sudah penuh ditempati sebagai lahan usaha penduduk. Dari segi keuangan, dapat dipastikan bahwa perputaran uang di Ponorogo ketika perguruan tinggi memiliki mahasiswa dari berbagai daerah dan tinggal di Ponorogo, maka akan semakin besar. Biaya hidup, biaya kost, biaya pendidikan yang dibelanjakan di Ponorogo sudah pasti akan berdampak pada perkembangan ekonomi lokal di Kabupaten Ponorogo.

Untuk menciptakan perguruan tinggi yang berdampak baik bagi masyarakat, terutama dari segi moralitas, perilaku, dan ekonomi, maka perlu dirancang sebuah sistem pendidikan tinggi yang tidak hanya unggul secara akademik dan teknologi, tetapi juga berakar kuat pada nilai-nilai kemanusiaan dan tanggung jawab sosial. dalam pandangan penulis, diperlukan pilar-pilar utama yang harus dibangun, yaitu:

     1. Integrasi Nilai Moral dan Etika dalam kurikulum

Kurikulum berbasis karakter (character-based curriculum): Setiap program studi harus memasukkan mata kuliah yang mengajarkan etika profesi, filsafat moral, dan kewarganegaraan aktif. Mengajarkan sikap toleransi, terbuka, dan saling menghargai dalam keberagaman. Kode etik dikampus yang disusun perlu ditaati oleh seluruh sivitas akademika, buka sekedar formalitas administrative. Pandangan tersebut sesuai dengan pendapat  Makridis & Mishra (2022) yang menekankan bahwa penguatan moralitas dalam pendidikan tinggi dapat meningkatkan kesejahteraan sosial secara signifikan.

2. Pengembangan Soft Skills dan Perilaku Sosial

Sebagai salah satu tri dharma perguruan tinggi, maka kegiatan pengabdian masyarakat: berlaku tidak hanya untuk dosen, tetapi juga mahasiswa. Mahasiswa diwajibkan aktif dalam kegiatan sosial atau pengembangan desa binaan agar terbentuk empati sosial. Untuk mendidik mahasiswa menjadi pemimpin yang jujur dan berorientasi pada kebermanfaatan sosial, maka diperlukan pembinaan kepada mahasiswa. Kampus seharusnya bebas kekerasan dan diskriminasi, tugas seluruh civitas akademika adalah mewujudkan lingkungan inklusif yang sehat secara psikososial.

3.  Katalisator Ekonomi Lokal Berbasis Inovasi

Gudang ilmu pengetahuan adalah kampus, para dosen dan mahasiswa semestinya berpartisipasi untuk dapat mengimplementasikan yang dimiliki. Lulusan perguruan tinggi seharusnya telah dibekali keterampilan baik soft skill maupun hard skill. Disamping itu harus memiiki inovasi dan kreatifitas sehingga ketika lulus nanti tidak menjadi beban negara karena tidak mendapatkan pekerjaan. Transfer teknologi dari kampus kepada masyarakat haruslah menjadi agenda utama. Pembiasaan di kalangan dosen dengan didukung institusi untuk mengadakan riset transdisipliner, kolaborasi antara teknologi, sosial, agama dan ekonomi untuk menjawab persoalan masyarakat yang semakin kompleks.

4. Kepemimpinan Transformasional di Tingkat Institusi

Faktor terpenting sebagai pilar utama adalah adanya kepemimpinan transformasional. Rektor dan pimpinan kampus kampus yang visioner dan rendah hati, menjadikan nilai-nilai kemanusiaan dan kebermanfaatan sosial sebagai dasar kebijakan kampus. Disamping itu untuk menjaga akuntabilitas public, kampus seharusnya secara rutin mempublikasikan dampak sosial, bukan hanya akademik. Komisi etik yang dibentuk kampus juga menjalankan tugasnya untuk memastikan bahwa seluruh kebijakan kampus berlandaskan prinsip moral dan konstitusi akademik.

Berdasarkan paparan di atas, dapat ditarik benang merah bahwa perguruan tinggi yang berdampak baik bukan hanya dilihat dari prestasi akademik atau publikasi ilmiah, tetapi dari transformasi nyata yang dihadirkannya dalam kehidupan masyarakat, melalui pendidikan karakter, pemberdayaan ekonomi lokal, inovasi berbasis empati, dan kepemimpinan moral. Ini menuntut kolaborasi sinergis antara civitas akademika, pemerintah, industri, dan masyarakat luas. (HARY/28/05/2025)

Rujukan:

Addas, A., et al. (2025). Integrating sensor data and GAN-based models to optimize medical university distribution: A data-driven approach for sustainable regional growth. Frontiers in Education. https://www.frontiersin.org/articles/10.3389/feduc.2025.1527337/full

Bloom, D.E., Canning, D., & Chan, K. (2014). Higher Education and Economic Growth in Africa. International Journal of African Higher Education, 1(1), 22–57. https://ejournals.bc.edu/index.php/ijahe/article/view/5643

Lawal, O.S. (2024). Artificial Intelligence in Higher Education: A Critical Examination of its Impact in Teaching/Learning, Research and Community Service. ResearchGate. PDF

Liang, P., & Chen, Y. (2024). Effects and Mechanisms of Higher Education Development on Intelligent Productivity Advancement. Sustainability, 16(24), 11197. https://www.mdpi.com/2071-1050/16/24/11197

Makridis, C.A., & Mishra, S. (2022). Artificial Intelligence as a Service, Economic Growth, and Well-being. Journal of Service Research. https://journals.sagepub.com/doi/abs/10.1177/10946705221120218

Mhlanga, D. (2021). Artificial Intelligence in Industry 4.0 and its Impact on the SDGs: Lessons from Emerging Economies. Sustainability, 13(11), 5788. https://www.mdpi.com/2071-1050/13/11/5788

Thanh, C.N., et al. (2024). AI Innovation and Economic Growth: A Global Evidence. WSB Journal of Business and Finance. https://sciendo.com/pdf/10.2478/wsbjbf-2024-0017

Yusuf, J.A., & Ibrahim, M.A. (2024). The Economic Impact of Artificial Intelligence in Enhancing Teaching, Learning, Research, and Community Service in Higher Education. ResearchGate. PDF

------------
Penulis
* Penulis adalah dosen FTIK di UIN Kiai Ageng Muhammad Besari Ponorogo


Rabu, 14 Mei 2025

Story Telling: The Legend of Lake Ngebel

Shakayla

     Hi, guys. I’m glad to meet you again here. Telling a story is very important for students who want to join with the story telling competition. The students have to prepare the reading text, learn it by hearth, and of course mentally preparation. Remember, telling a story in English need some aspects, such as English skills, good pronunciation, fluency, expression, and so on. I give you a great story about the legend of Lake Ngebel. You may use and practicing the story. Time duration is not more than seven minutes.

 -------------------------------------------------------

(Opening/singing; adopted Lyric: Million Dream)

Cause every night I lie in bed

The Lake Ngebel fills in my head
A million dreams are keeping me awake
I think of what story behind it
A vision of the one I see
A million people are coming to the place

Assalamu’alaikum wr wb.

Hello..everyone, I’m glad to see you here. I’ve sung about Lake Ngebel. There’s a great story behind it. Do you want to know it?

Well..at this moment  I’m telling a story about “THE LEGEND OF LAKE NGEBEL”.

Once upon time, there was a small village, The villagers would held a feast.. Some villagers went into the forest to find foods for the feast. But after long time, they didn’t get any animals. They sat under the big tree to take a rest.

“huh..look at this, the blood… ! it must be a big animal. Come on, let’s take its meat.” One of the villager  shouted to the others.

Then, without thinking about what kind of animal it was, they cut the meats as many as possible and brought it to the village.

They didn’t know that it was the meat of a huge dragon that meditated for long time at the forest called “Baru Klinting”. Miraculously, the dragon transformed into a little boy.

During the feast. They ate and drank together. Yeahh… the big party  with a lot of delicious foods and drinking water. Suddenly, from the outside..

“..hemmm..oh…excuse me..hemm… I’m hungry.. Would you give me some foods?” Baru Klinting requested.

“huuh.. go away…!, you are an ugly boy! Don’t make us loosing appetite? Said one of the villagers.

When he came to other villagers, they insulted him and drove away.

Finally, he met very old poor woman.

“hem..hem.. grandma.. I’m very hungry. Could you please give some foods?”

The woman only have a plate of rice, she was also hungry. However, she gave her rice to the boy.

“hmm.. of course son. Here it is. Please eat my rice.”

“ooo… o, my God. nyam..nyam… it is delicious. You know, I haven’t eaten for some days. Thank you grandma. “

Baru Klinting was touched by the old poor woman’s kindness.

 “Okay Grandma, listen to me. A flood will happen at this village. You should leave the village by using a mortar.” Said Baru Klinting.

Then, Baru klinting went back to the feast. He said loudly.

“Hi.. Look at me! Pull the stick out of the ground. If you can do, I’ll leave from this village.” Said Baru Klinting while planted his stick into the ground.

“ha..ha..ha…ha.. stupid boy. It’s just easy to me to…uh..uh…pull.. “ a strong and big man failed. He couldn’t pull it out. The other people tried to pull the stick one by one. And all of them failed too.

“huh… see! you are actually very weak.” Said Baru Klinting. “I’ll inform you. Actually, I am a meditating dragon in the forest, then you cut my meat and eat it. You are very greedy.’ Baru Klinting said angrily. “look… I can pull it out easily.”

Surprisingly from the hole came out the water that increased swiftly and  formed a lake. All the villagers drowned except the old woman who helped Baru Klinting.  By the local people, the lake is named Lake Ngebel.

Well. That’s all the story about Lake Ngebel. Now it becomes a famous tourism area in Ponorogo. 

Thank you.

Wassalamu’alaikum wr wb.

-----------
* The writer is eight grade of ICP student in MTsN 2 Ponorogo