f ' Juli 2025 ~ Inspirasi Pendidikan

Inspirasi Pendidikan untuk Indonesia

Pendidikan bukan cuma pergi ke sekolah dan mendapatkan gelar. Tapi, juga soal memperluas pengetahuan dan menyerap ilmu kehidupan.

Bersama Bergerak dan Menggerakkan pendidikan

Kurang cerdas bisa diperbaiki dengan belajar. Kurang cakap dapat dihilangkan dengan pengalaman. Namun tidak jujur itu sulit diperbaiki (Bung Hatta)

Berbagi informasi dan Inspirasi

Tinggikan dirimu, tapi tetapkan rendahkan hatimu. Karena rendah diri hanya dimiliki orang yang tidak percaya diri.

Mari berbagi informasi dan Inspirasi

Hanya orang yang tepat yang bisa menilai seberapa tepat kamu berada di suatu tempat.

Mari Berbagi informasi dan menginspirasi untuk negeri

Puncak tertinggi dari segala usaha yang dilakukan adalah kepasrahan.

Senin, 07 Juli 2025

DARI KAMPUS RELIGIUS MENUJU BANGSA YANG BERMORAL

 Oleh: Nurul Izahti*

Negara Indonesia merupakan salah satu negara yang menjujung tinggi nilai-nilai moral. Bahkan nilai-nilai moral tersebut tercermin dalam dasar negara Indonesia yaitu Pancasila dan Undang-undang. Nilai-nilai moral yang tercantum dalam dasar negara diharapkan dapat dijadikan sebagai pedoman kehidupan dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dengan masyarakat yang bermoral maka dapat menjadi kunci dalam menjaga dan mengisi kemerdekaan bagsa Indonesia. Namun saat ini Indonesia tengah menghadapai berbagai tantangan besar salah satunya berupa dekadensi moral atau kemorosotan moral. Saat ini banyak sekali ditemui berbagai praktik dekadensi moral seperti melemahnya semangat gotong royong, munculnya berbagai kekerasan, perundungan, seks bebas, penggunaan narkotika dan maraknya praktik korupsi.

Di tengah adanya perkembangan globalisasi dan modernisasi, krisis moral menjadi tantangan besar yang dihadapi bangsa Indonesia. Dampak dari adanya dekadensi moral tidak bisa dipandang sebelah mata, karena dampaknya sangat mempengaruhi berbagai aspek kehidupan sosial, budaya dan juga sistem pemerintahan negara. Dekadensi moral bisa disebabkan oleh berbagai faktor, baik dari faktor internal dan eksternal. Beberapa faktor utama yang menjadi penyebab dekadensi moral yaitu lemahnya nilai spritualitas, minimnya pendidikan karakter serta pengaruh negatif dari adanya perkembangan teknologi. Dari situasi seperti ini, dari kalangan masyarakat dan juga pemerintahan harus memulai perbaikan moral. Salah satu solusi yang bisa diusahakan yaitu dengan memperbaiki sistem pendidikan Indonesia. Dalam konteks ini, lembaga pendidikan tinggi khususnya kampus yang mengintegrasikan nilai-nilai keagamaan harus hadir sebagai benteng moral dan agen pembentuk peradaban yang bermartabat.

Kampus bukan hanya sekedar tempat untuk mencari ilmu, tetapi disamping itu juga sebagai tempat dalam pembentukan dan mewujudkan karakter mahasiswa yang bermoral. Khususnya bagi perguruan tinggi keagamaan yang memiliki tanggungjawab dan peran strategis dalam menanamkan nilai-nilai spiritual dan etika. Disamping mengajarkan pengetahuan umum kampus keagamaan juga berusaha mengajarkan nilai spiritualitas, tanggung jawab, jujur, adil dan rasa empati terhadap orang lain. Cendekiawan Muslim Indonesia yang lebih dikenal sebagai tokoh politik Masyumi dan Mantan Perdana Menteri RI yaitu M. Natsir memiliki pemikiran bahwa pendidikan harus mampu mengintegrasikan antara agama dan ilmu pengetahuan secara harmonis, integral dan universal tanpa adanya dikotomi atau pemisahan. M. Natsir berharap setiap individu mampu memadukan dan menyeimbangkan antara nilai agama dan ilmu pengetahuan umum. Maka dari itu religiusitas suatu kampus seharusnya tidak hanya sebatas sebagai simbol saja tetapi juga harus mendorong mahasiswanya untuk mampu menerapkan nilai moral dalam kehidupan sehari-harinya.

Untuk memperkuat penanaman nilai moral pada mahasiswa, pihak kampus juga harus mampu melakukan kolaborasi baik dengan pemerintah, masyarakat dan juga lembaga keagamaan. Sepertihalnya dengan membuat program pengabdian kepada masyarakat yang berbasis pada nilai-nilai keagamaan. Tujuan dari program tersebut yaitu mahasiswa tidak hanya belajar pendidikan moral sebatas diruang kelas saja tetapi juga di tengah kehidupan masyarakat sehingga pendidikan moral pada mahasiswa juga akan berdampak panjang dalam kehidupan sehari-harinya. Disamping itu kampus beragama juga memiliki peran yang penting dalam menjawab berbagai problematika yang muncul akibat perbedaan suku, agama, ras serta radikalisme melalui pendekatan berbasis nilai. Dengan meningkatkan nilai toleransi dan kerukunan melalui kegiatan dialog antar agama, kegiatan sosial dan juga kegiatan keagamaan yang inklusif.

Bangsa yang bermoral tidak dapat diwujudkan secara instan, melainkan butuh proses yang panjang salah satunya melalui pendidikan yang bermakna. Maka dari itu melalui kurikulum yang mengintegrasikan antara ilmu dan akhlak, kampus beragama diharapkan dapat mencetak lulusan yang bukan hanya cerdas secara intelektual tetapi juga matang secara spiritual dan moral. Sehingga dapat menjaga moralitas dan peradaban bangsa yang bermartabat.

 ------   

*Penulis adalah Mahasiswi jurusan PAI , UIN Kiai Ageng Muhammad Besari Ponorogo



KESENJANGAN TEKNOLOGI DIGITAL DALAM PENDIDIKAN DI INDONESIA

 Oleh: Nida Rofifah

Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin pesat saat ini, penggunaan teknologi digital dalam dunia pendidikan juga semakin meningkat pesat. Pembelajaran yang dilakukan secara daring, pemanfaatan platform media sosial, dan penggunaan berbagai aplikasi pembelajaran saat ini sudah menjadi bagian tidak dapat dipisahkan dari proses belajar mengajar. Di era digital seperti saat ini sebenarnya memberikan peluang besar kepada pendidik dan peserta didik semua untuk memperluas akses pendidikan, meningkatkan kreativitas dan inovasi, dan juga memfasilitasi pembelajaran yang lebih interaktif dan menyenangkan. Kita diberi kemudahan untuk mengakses berbagai bahan ajar secara lebih luas. Namun, di balik semua kemudahan itu, terdapat berbagai tantangan yang harus dihadapi oleh para pendidik, peserta didik, dan pemerintah khususnya dalam bidang pendidikan.

Salah satu tantangan yang dihadapi adalah terjadinya ketidak setaraan pada titik akses teknologi atau kesenjangan akses teknologi. Meskipun saat ini teknologi sudah tersebar dimana mana dan terealisasikan secara masif, akan tetapi masih terdapat beberapa tempat atau daerah yang masih belum bisa dijangkau oleh tekhnologi yang disebabkan oleh beberapa faktor salah satunya yaitu akses internet yang tidak memadai sehingga hal itu menyebabkan kesulitan bagi para peserta didik untuk bisa mengakses teknologi AI dengan mudah.1 Selain itu, tidak semua peserta didik memiliki perangkat yang memadai. Ini menciptakan ketidakadilan dalam peluang belajar, terutama bagi mereka yang tinggal di daerah terpencil atau keluarga dengan ekonomi golongan menengah kebawah. Seperti dalam penelitian studi kasus pada masyarakat pedesaan yang dilakukan oleh Adristi Naura Syifa dan kawan-kawan menunjukkan bahwa kesenjangan digital dan akses internet di kabupaten Katingan dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat dalam berbagai profesi. Hasil penelitian terhadap masyarakat Kabupaten Katingan yang berprofesi sebagai ASN (aparatur sipil negara), guru, petani sawit, wirausaha, tenaga honorer, mahasiswa, pegawai harian lepas, dan ASN di UPTD Puskesmas Tumbang Sanamang, menunjukkan bahwa kesenjangan akses digital telah memberikan dampak terhadap pendidikan, perekonomian, dan kehidupan sosial masyarakat. Sehingga perlu adanya peran aktif pemerintah untuk mengatasi hal tersebut.2

Selain itu, tantangan lain adalah ketersediaan sumber daya manusia yang mampu untuk mengelola dan mengembangkan teknologi pendidikan secara efektif. Seorang pendidik harus terus meningkatkan kompetensinya dalam bidang teknologi, pedagogi digital, pengelolaan kelas, dan lain sebagainya. Sayangnya, tidak semua pendidik memiliki kesempatan pelatihan teknologi digital yang memadai yang dapat berpengaruh signifikan pada kualitas pembelajaran apalagi terhadap guru yang sudah menginjak usia lanjut.

Dari tantangan tersebut, penting bagi kita semua untuk melihat peluang yang ada. Pemerintah dan lembaga pendidikan harus berperan aktif dalam menyediakan fasilitas, pelatihan, serta membangun sistem yang inklusif dan aman. Guru juga perlu terus mengembangkan kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang pendidik dan juga harus berinovatif dalam mengajar menggunakan teknologi. Sementara peserta didik harus didukung agar mampu memanfaatkan teknologi secara positif dan bertanggung jawab. Jika semua elemen mampu bekerja sama dan beradaptasi dengan perubahan ini, maka pendidikan Indonesia akan mampu bersaing di tingkat global dan menghasilkan generasi penerus yang kompeten serta inovatif

Bahan Bacaan:

1 M. Zidan Rizki, “Tantangan Pendidikan Indonesia di Era Digitalisasi Artificial Intelligence (AI),” JIIC: Jurnal Intelek Insan Cendekia, Vol. 1, No. 7 (September, 2024), 2924.

2 Adristi Naura Syifa, dkk, “Kesenjangan Digital dan Akses Internet di Kabupataen Katingan: Studi Kasus Pada Masyarakat Pedesaan,” Jurnal Kaganga, Vol. 8, No. 1 (April, 2024).
-----------------------------

* Penulis adalah mahasiswa jurusan PAI, UIN Kiai Ageng Muhammad Besari Ponorogo