Oleh: Nurul Izahti*
Negara Indonesia merupakan salah satu negara yang menjujung tinggi
nilai-nilai moral. Bahkan nilai-nilai moral tersebut tercermin dalam dasar
negara Indonesia yaitu Pancasila dan Undang-undang. Nilai-nilai moral yang
tercantum dalam dasar negara diharapkan dapat dijadikan sebagai pedoman
kehidupan dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dengan masyarakat yang
bermoral maka dapat menjadi kunci dalam menjaga dan mengisi kemerdekaan bagsa
Indonesia. Namun saat ini Indonesia tengah menghadapai berbagai tantangan besar
salah satunya berupa dekadensi moral atau kemorosotan moral. Saat ini banyak
sekali ditemui berbagai praktik dekadensi moral seperti melemahnya semangat
gotong royong, munculnya berbagai kekerasan, perundungan, seks bebas, penggunaan
narkotika dan maraknya praktik korupsi.
Di tengah adanya perkembangan globalisasi dan modernisasi, krisis
moral menjadi tantangan besar yang dihadapi bangsa Indonesia. Dampak dari
adanya dekadensi moral tidak bisa dipandang sebelah mata, karena dampaknya
sangat mempengaruhi berbagai aspek kehidupan sosial, budaya dan juga sistem
pemerintahan negara. Dekadensi moral bisa disebabkan oleh berbagai faktor, baik
dari faktor internal dan eksternal. Beberapa faktor utama yang menjadi penyebab
dekadensi moral yaitu lemahnya nilai spritualitas, minimnya pendidikan karakter
serta pengaruh negatif dari adanya perkembangan teknologi. Dari situasi seperti
ini, dari kalangan masyarakat dan juga pemerintahan harus memulai perbaikan
moral. Salah satu solusi yang bisa diusahakan yaitu dengan memperbaiki sistem
pendidikan Indonesia. Dalam konteks ini, lembaga pendidikan tinggi khususnya
kampus yang mengintegrasikan nilai-nilai keagamaan harus hadir sebagai benteng
moral dan agen pembentuk peradaban yang bermartabat.
Kampus bukan hanya sekedar tempat untuk mencari ilmu, tetapi
disamping itu juga sebagai tempat dalam pembentukan dan mewujudkan karakter
mahasiswa yang bermoral. Khususnya bagi perguruan tinggi keagamaan yang
memiliki tanggungjawab dan peran strategis dalam menanamkan nilai-nilai
spiritual dan etika. Disamping mengajarkan pengetahuan umum kampus keagamaan
juga berusaha mengajarkan nilai spiritualitas, tanggung jawab, jujur, adil dan
rasa empati terhadap orang lain. Cendekiawan Muslim Indonesia yang lebih dikenal
sebagai tokoh politik Masyumi dan Mantan Perdana Menteri RI yaitu M. Natsir
memiliki pemikiran bahwa pendidikan harus mampu mengintegrasikan antara agama
dan ilmu pengetahuan secara harmonis, integral dan universal tanpa adanya
dikotomi atau pemisahan. M. Natsir berharap setiap individu mampu memadukan dan
menyeimbangkan antara nilai agama dan ilmu pengetahuan umum. Maka dari itu
religiusitas suatu kampus seharusnya tidak hanya sebatas sebagai simbol saja
tetapi juga harus mendorong mahasiswanya untuk mampu menerapkan nilai moral
dalam kehidupan sehari-harinya.
Untuk memperkuat penanaman nilai moral pada mahasiswa, pihak
kampus juga harus mampu melakukan kolaborasi baik dengan pemerintah, masyarakat
dan juga lembaga keagamaan. Sepertihalnya dengan membuat program pengabdian
kepada masyarakat yang berbasis pada nilai-nilai keagamaan. Tujuan dari program
tersebut yaitu mahasiswa tidak hanya belajar pendidikan moral sebatas diruang
kelas saja tetapi juga di tengah kehidupan masyarakat sehingga pendidikan moral
pada mahasiswa juga akan berdampak panjang dalam kehidupan sehari-harinya.
Disamping itu kampus beragama juga memiliki peran yang penting dalam menjawab
berbagai problematika yang muncul akibat perbedaan suku, agama, ras serta
radikalisme melalui pendekatan berbasis nilai. Dengan meningkatkan nilai
toleransi dan kerukunan melalui kegiatan dialog antar agama, kegiatan sosial
dan juga kegiatan keagamaan yang inklusif.
Bangsa yang bermoral tidak dapat diwujudkan secara instan,
melainkan butuh proses yang panjang salah satunya melalui pendidikan yang
bermakna. Maka dari itu melalui kurikulum yang mengintegrasikan antara ilmu dan
akhlak, kampus beragama diharapkan dapat mencetak lulusan yang bukan hanya
cerdas secara intelektual tetapi juga matang secara spiritual dan moral.
Sehingga dapat menjaga moralitas dan peradaban bangsa yang bermartabat.
------
*Penulis adalah Mahasiswi jurusan PAI , UIN Kiai Ageng Muhammad Besari Ponorogo