f ' Inspirasi Pendidikan

Inspirasi Pendidikan untuk Indonesia

Pendidikan bukan cuma pergi ke sekolah dan mendapatkan gelar. Tapi, juga soal memperluas pengetahuan dan menyerap ilmu kehidupan.

Bersama Bergerak dan Menggerakkan pendidikan

Kurang cerdas bisa diperbaiki dengan belajar. Kurang cakap dapat dihilangkan dengan pengalaman. Namun tidak jujur itu sulit diperbaiki (Bung Hatta)

Berbagi informasi dan Inspirasi

Tinggikan dirimu, tapi tetapkan rendahkan hatimu. Karena rendah diri hanya dimiliki orang yang tidak percaya diri.

Mari berbagi informasi dan Inspirasi

Hanya orang yang tepat yang bisa menilai seberapa tepat kamu berada di suatu tempat.

Mari Berbagi informasi dan menginspirasi untuk negeri

Puncak tertinggi dari segala usaha yang dilakukan adalah kepasrahan.

Sabtu, 04 Oktober 2025

KUPU-KUPU YANG MENGINSPIRASI

Oleh: Shakayla Adzkiya El Queena Harfianto*


“Yah…ada yang bisa Aku bantu?” sapaku lembut kepada Ayah yang lagi sibuk membersihkan taman kecil di depan rumah.

“Alhamdulillah… sini donk, ambilin sapu dan bersihin rumput dan daun-daun kering ini.” Jawab Ayah sambil menunjuk ke arah daun-daun yang berserakan di dekatnya.

Aku pun sigap membersihkan dan membuangnya di tempat sampah yang agak jauh di belakang rumah. Biasanya setelah kering akan dibakar. Begitulah ritme hari libur yang kami lakukan. Bunda sibuk masak di dapur, Adik membantu membersihkan area dapur.

Pagi ini cuaca cerah sekali, langit bernuansa biru berselimut awan tipis putih keperakan. Burung-burung berkicau riang hinggap di dedaunan pohon. Halaman belakang rumah kami memang banyak pohon yang menjadi sarang beberapa burung dan berkembang biak di situ. Sementara halaman depan dihiasi aneka bunga yang indah, semakin asri dan sedap dipandang mata saat bunga bermekaran, banyak kupu-kupu datang sekedar untuk menghirup madu bunga.

“ Ayah.. Kakak… istirahat dulu, ini adik buatin teh hangat dan pisang goreng juga” Teriak adik dari dapur sambil membawa nampan yang diletakkan di bale-bale depan rumah.

“ya, dik…terima kasih, taruh situ saja dulu.” Sahutku

“ Yah, Istirahat dulu yuuk.. mumpung masih hangat teh sama pisang gorengnya.” Kataku kepada Ayah seraya menyandarkan sapu ke dinding,

Tanpa banyak bicara kami pun segera cuci tangan dan duduk di bale-bale depan rumah sambil menatap taman kecil yang dipenuhi bunga dan dihiasi kupu-kupu yang berterbangan.

“Yah… kalau ada kupu-kupunya jadi cantik ya.. rumah kita.” Celetukku setelah menyeruput the hangat buatan Adik.

“Alhamdulillah, artinya kita telah memberikan ruang bagi makhluk Alloh yang indah itu.” Jawab Ayah

“Kakak tahu tidak bahwa dari kupu-kupu ini kita belajar banyak tentang ketangguhan dalam hidup dan kesabaran.” Lanjut Ayah yang sontak membuat Aku penasaran.

“oiya… apa karena keindahan sayap yang warna-warni itu Yah?” Tanyaku penasaran, sambil bergeser mendekat ke tempat duduk Ayah.

Aku tahu biasanya Ayah akan memberikan cerita-cerita yang selalu menginspirasiku.

“Coba kakak ingat-ingat ya…bagaimana proses kupu-kupu terbentuk. Dia berubah dari makhluk yang ditakuti, berbulu dan bagi sebagaian orang itu merupakan hama bagi tanaman. Saat itu dia menjadi Ulat. Ulat begitu dibenci karena bulu-bulunya ada yang bikin gatal, makan daun-daunan, bisa merusak tanaman.” Jelas Ayah.

“Metamorfosis!” sahutku percaya diri.

“benar sekali metamortosis sempurna. Dalam perjalanan hidupnya dimulai dari telur, menjadi larva (ulat), kemudian berubah menjadi pupa (kepompong), dan berubah menjadi kupu-kupu.”

Ayah berhenti sebentar untuk minum, dan melanjutkan kembali.

“Untuk menjadi kupu-kupu dia harus bertapa dulu, dia berubah menjadi pupa atau kepompong.  setelah berbulan-bulan baru dia berubah wujud menjadi kupu yang indah dengan sayap warna-warni.”

“Nilai Ketangguhan dan kesabarannya dimana Yah?” tanyaku penasaran.

“Saat menjadi ulat, Ia dibenci karena merugikan makhluk lain. Tapi fase berikutnya dia merenungi diri, bertapa tidak makan sama sekali selama berbulan-bulan, membungkus dirinya. Dan itu tentu membutuhkan perjuangan yang luar biasa, setelah itu Alloh mengaruniakan dia menjadi kupu yang Indah.” Jelas Ayah bersemangat.

“Manusia juga harusnya begitu, sebanyak apapun dosanya, jika dia mau bersabar, bertaubat dan pasrah kepada Alloh, maka Alloh akan mengaruniai keindahan dalam hidupnya. Saat menjadi kepompong, dia tidak bisa bergerak ke mana-mana, mungkin gelap dunianya. Tetapi setelah ujian panjang itu bisa dilalui dengan penuh kesabaran, Alloh memberikan hadiah sepasang sayap yang indah agar bisa terbang menghirup manisnya nectar bunga. Kehadirannya selain menghadirkan keindahan juga bermanfaat bagi bunga untuk penyerbukan. Maka diapun bermanfaat bagi kita semua.” Cerita Ayah seraya melahap pisang goreng yang masih hangat di depannya.

Aku hanya bisa manggut-manggut sambil merenungi perkataan Ayah. “Masya Alloh, sungguh tidak ada yang sia-sia ciptaan Alloh.” Bisikku dalam hati.

“kakak pernah dengar ungakapan begini ‘Jangan kau buang waktu mengejar kupu-kupu. Rawatlah kebunmu, maka kupu-kupu akan datang’?” Tanya Ayah.

“Apa maksudnya itu Yah?” tanyaku penasaran.

“itu adalah ungkapan dari seorang penyair asal Brazil, Mario Quintana. Maksudnya dalam hidup itu, kita tidak perlu mengejar-ngejar pengakuan orang lain, agar dianggap pandai, menjilat agar bisa menjabat, menunjukkan seolah-olah mampu padahal tak mampu, karena sesungguhnya itu sia-sia saja. Mungkin ada yang berhasil tetapi itu hanya sementara. Yang harus dilakukan adalah perbaiki kompetensi diri, bekali diri dengan pengetahuan, sikap yang baik, keterampilan yang bermanfaat. Maka suatu saat nanti orang yang akan menilai dan mengetahui  dari prestasimu. Dan keberkahan (kupu-kupu) akan datang menghampirimu.” Jelas Ayah panjang lebar.

Sesaat aku terdiam, sambil mengunyah pisang goreng. Tatapan mataku menuju kupu-kupu yang berterbangan di pucuk-pucuk mawar putih, tapi pikiranku merenungkan kata-kata Ayah yang dalam sekali maknanya.

Pagi ini aku belajar kehidupan dari ulat, kupu-kupu, dan aneka bunga. Sekali lagi Ayahku mengajarkan bahwa dimanapun tempatnya bisa menjadi sekolah, dan siapapun bisa menjadi guru, bahkan hewan dan tumbuhan.

Sungguh Alloh Maha Besar, tidak ada satupun ciptaanNya yang sia-sia, bagi mereka yang mau berpikir.

 *Penulis adalah Siswi Kelas IX ICP MTs N 2 Ponorogo

SELF LEADERSHIP: MODAL DASAR UNTUK MENJADI PEMIMPIN

 

"Pemimpin yang hebat bukanlah pemimpin yang sempurna, melainkan pemimpin yang mampu mengatasi kekurangan dan belajar dari setiap kesalahan."

- Vince Lombardi -

Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi dan mengarahkan orang lain untuk mencapai tujuan bersama. A Leader is an individual who influences others to act toward a particular goal or end-state (Judith R. Gordon). Kepemimpinan adalah suatu usaha untuk mengarahkan, membimbing dan memotivasi serta bersama-sama mengatasi permasalahan dalam proses mencapai tujuan organisasi.  Begitulah berbagai pendapat yang kemukakan oleh berbagai ahli. Tentang pemimpin dan kepemimpinan. Untuk memiliki jiwa kepemimpinan yang baik maka modal dasar yang harus dimiliki adalah self leadership. Hal ini diungkapkan oleh Dr, Hariyanto, M.Pd dalam seminar kepemimpinan yang diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Tadris Bahasa Indonesia UIN Kiai Ageng Muhammad Besari Ponorogo, Jum’at 03 Oktober 2025.

Narasumber bersama pengurus  HMJ  TBINA

Lebih lanjut dalam seminar yang dimoderatori oleh Kurniatul Awwalina tersebut, Dr. Hariyanto, M.Pd juga memaparkan bahwa Self leadership mengacu pada kemampuan seseorang untuk mengelola diri sendiri secara efektif agar dapat mencapai tujuan pribadi maupun profesional. Aspek utama dari self leadership meliputi kesadaran diri, motivasi intrinsik, pengendalian emosi, serta kemampuan dalam mengatur perilaku dan pikiran untuk mencapai hasil yang diinginkan. Jika semua hal tersebut sudah dimiliki, maka siapapun termasuk mahasiswa sudah siap untuk menjadi seorang pemimpin yang hebat. Pemimpin yang bisa mempengaruhi orang lain atau anggota organisasinya dengan cara yang yang bijaksana, berbasiskan keteladanan menuju visi yang telah ditetapkan bersama.

Seminar yang digelar di Ruang pertemuan  Lt. 4 Gedung Perpustakaan UIN Ponorogo tersebut berlangsung dengan baik dan antusiasme terhadap kegiatan tersebut terlihat dari berbagai pertanyaan yang disampaikan oleh peserta seminar. Diskusi dalam seminar tersebut semakin seru dan menarik ketika narasumber memberikan perspektif kepemimpinan dalam sudut pandang Islam, Budaya Jawa, dan kepemimpinan modern. Misalnya praktik kepemimpinan pada masa khulafaur Rasyidin, Daulah Umayyah, zaman kerajaan hindu budha di nusantara, kepemimpinan pada saat kerajaan Islam di nusantara dan kepemimpinan di era digital. Dalam kesempatan tersebut, Narasumber berpesan kepada HMJ khususnya para pengurus, dan semua peserta seminar agar memiliki komptensi critical thinking, communication, creativity, dan  collaboration.

Ketua HMJ TBINA, Fatimah Azzahra Alfajri. dalam sambutannya menyampaikan terima kasih kepada narasumber yang berkenan berbagi ilmu dengan semua mahasiswa di jurusan Tadris Bahasa Indonesia. Harapannya dengan bekal teori kepemimpinan ini, maka mindset mahasiswa akan berubah menjadi lebih baik lagi, pola pikirnya semakin meluas dan berkesempatan untuk membuktikan bahwa mahasiswa suatu saat nanti layak untuk menjadi seorang pemimpin.

Penyerahan sertifikat kegiatan kepada narasumber
Acara seminar ditutup dengan session penyerahan sertifikat penghargaan kepada narasumber  dan foto bersama dengan panitia serta peserta seminar.  Selanjutnya untuk memperdalam materi seminar tersebut, dilanjutkan oleh panitia dan ketua HMJ 2025 dalam acara Focus group discussion.- inspirasipendidikan.com (03/10/2025)

Selasa, 30 September 2025

RAJA HUTAN YANG BIJAKSANA

 

Oleh: Shamita Maulida EL Queena Harfianto*

Di sebuah hutan yang rimbun dan penuh kehidupan, hiduplah berbagai macam hewan. Hutan itu dipimpin oleh seekor singa bernama Leo, yang dikenal sebagai raja hutan. Leo adalah singa yang kuat dan berani, tetapi ia juga memiliki hati yang baik. Ia selalu berusaha untuk menjaga kedamaian dan keharmonisan di antara semua penghuni hutan.

Suatu hari, saat matahari terbenam, Leo mengumpulkan semua hewan di padang terbuka untuk mengumumkan sesuatu yang penting. Semua hewan berkumpul, mulai dari tupai yang lincah hingga gajah yang besar. Mereka semua penasaran dengan apa yang akan disampaikan oleh raja mereka.

“Saudaraku, aku mengumpulkan kalian di sini untuk membahas sesuatu yang sangat penting,” kata Leo dengan suara yang dalam dan tegas.

“Kita semua tahu bahwa hutan ini adalah rumah kita, dan kita harus menjaga keharmonisannya. Namun, aku merasa bahwa kita perlu lebih banyak bekerja sama untuk menghadapi tantangan yang mungkin datang.”

Semua hewan mengangguk setuju. Mereka tahu bahwa hutan bisa menjadi tempat yang berbahaya, terutama ketika musim kemarau tiba dan makanan mulai menipis. Leo melanjutkan, “Aku ingin kita membentuk sebuah Dewan Hutan, di mana setiap hewan dapat mengirimkan perwakilan untuk berbicara dan memberikan pendapat. Dengan cara ini, kita bisa saling mendukung dan menemukan solusi untuk masalah yang kita hadapi.”

Saran Leo disambut baik oleh semua hewan. Mereka setuju untuk memilih perwakilan dari setiap spesies. Setelah beberapa hari, Dewan Hutan pun terbentuk. Perwakilan dari berbagai hewan berkumpul di bawah pohon besar yang menjadi tempat pertemuan mereka. Ada Kiki si Kelinci, yang dikenal karena kecerdasannya; Gino si Gajah, yang bijaksana dan kuat; dan Titi si Burung Hantu, yang selalu memiliki pandangan yang tajam.

Pertemuan pertama Dewan Hutan dimulai dengan semangat. Kiki mengusulkan agar mereka membuat rencana untuk mengumpulkan makanan sebelum musim kemarau tiba.

“Kita harus bekerja sama untuk mengumpulkan makanan sebanyak mungkin, agar semua hewan bisa bertahan hidup,” ujar Kiki.

Gino menambahkan, “Kita juga perlu membuat tempat persembunyian untuk melindungi makanan kita dari hewan-hewan lain yang mungkin ingin mencurinya.”

Titi, yang selalu berpikir jauh ke depan, berkata, “Kita harus memastikan bahwa semua hewan, besar atau kecil, memiliki akses ke makanan. Kita tidak boleh membiarkan siapa pun kelaparan.”

Semua hewan setuju dengan ide-ide tersebut, dan mereka mulai merencanakan langkah-langkah yang perlu diambil. Mereka membagi tugas, dan setiap hewan berkomitmen untuk melakukan bagian mereka. Kiki dan teman-temannya mulai mengumpulkan buah-buahan dan sayuran, sementara Gino membantu mengangkut makanan yang lebih berat. Titi terbang tinggi untuk mencari tahu di mana makanan melimpah.

Namun, tidak semua hewan setuju dengan rencana ini. Di sisi lain hutan, ada seekor serigala bernama Riko yang merasa terancam dengan kerjasama ini. Riko adalah hewan yang egois dan selalu berpikir hanya untuk kepentingan dirinya sendiri. Ia merasa bahwa jika hewan-hewan lain bekerja sama, ia tidak akan bisa mendapatkan makanan dengan mudah.

Riko pun merencanakan sesuatu. Ia mengumpulkan beberapa hewan lain yang juga merasa tidak senang dengan Dewan Hutan dan mengajak mereka untuk bergabung.

“Mengapa kita harus mendengarkan singa dan hewan-hewan lain? Kita bisa mengambil makanan mereka tanpa harus berbagi,” katanya dengan suara menggoda.

Beberapa hewan, seperti rubah dan tikus, terpengaruh oleh kata-kata Riko dan setuju untuk membantunya. Mereka mulai merencanakan untuk mencuri makanan yang telah dikumpulkan oleh hewan-hewan lain.

Sementara itu, di sisi lain hutan, Dewan Hutan terus bekerja keras. Mereka berhasil mengumpulkan banyak makanan dan menyimpannya di tempat yang aman. Leo merasa bangga dengan kerja sama yang ditunjukkan oleh semua hewan. Namun, ia juga merasa khawatir tentang Riko dan rencananya.

Suatu malam, saat semua hewan sedang tidur, Riko dan kelompoknya melancarkan aksinya. Mereka menyusup ke tempat penyimpanan makanan dan mulai mencuri makanan yang telah dikumpulkan. Namun, Kiki si Kelinci yang sedang berjaga melihat mereka dan segera memberi tahu Leo.

Leo segera memanggil semua hewan untuk berkumpul.

“Kita harus menghentikan Riko dan kelompoknya sebelum mereka mengambil semua makanan kita!” serunya.

Semua hewan bersiap untuk menghadapi situasi ini.

Ketika Riko dan kelompoknya sedang mengangkut makanan, mereka terkejut melihat Leo dan semua hewan lainnya mendatangi mereka.

“Berhenti! Apa yang kalian lakukan?” teriak Leo dengan suara menggelegar.

Riko, yang tidak mau mengakui kesalahannya, menjawab,

“Kami hanya mengambil apa yang seharusnya menjadi milik kami. Kami tidak butuh Dewan Hutan untuk memberi tahu kami apa yang harus dilakukan!”

Leo menatap Riko dengan tegas.

“Kau tidak bisa mengambil makanan orang lain tanpa izin. Hutan ini adalah rumah kita semua, dan kita harus saling menghormati dan bekerja sama.”

Kiki, yang merasa berani, melangkah maju.

“Kami telah bekerja keras untuk mengumpulkan makanan ini. Jika kau membutuhkan makanan, kami bisa membantumu, tetapi bukan dengan cara mencuri!”

Riko merasa terpojok. Ia tidak menyangka bahwa hewan-hewan lain akan bersatu melawan tindakan egoisnya.

“Aku tidak butuh bantuan dari kalian!” teriaknya, tetapi suaranya mulai terdengar lemah.

Gino, dengan suara lembut namun tegas, berkata, “Kami semua adalah bagian dari hutan ini. Jika kita tidak saling mendukung, kita semua akan menderita. Mari kita bicarakan ini dengan baik.”

Akhirnya, Riko menyadari bahwa ia tidak bisa melawan semua hewan yang bersatu. Ia merasa malu dan bingung. Leo melihat kesempatan untuk mengubah keadaan.

“Riko, jika kau mau, kami bisa membantumu. Bergabunglah dengan kami di Dewan Hutan, dan kita bisa mencari solusi bersama.”

Riko terdiam sejenak. Ia tidak pernah berpikir untuk bergabung dengan mereka. Namun, melihat betapa kuatnya persahabatan dan kerjasama di antara hewan-hewan lain, ia merasa tergerak. “Baiklah, aku akan mencoba,” jawabnya pelan.

Sejak saat itu, Riko mulai belajar tentang arti kepemimpinan dan pertemanan. Ia menyaksikan bagaimana semua hewan bekerja sama untuk menciptakan lingkungan yang lebih baik. Ia mulai berpartisipasi dalam Dewan Hutan dan memberikan ide-ide yang bermanfaat.

Dengan waktu, Riko berubah menjadi hewan yang lebih baik. Ia tidak lagi merasa perlu untuk mencuri, karena ia tahu bahwa dengan bekerja sama, semua hewan bisa mendapatkan apa yang mereka butuhkan. Persahabatan yang terjalin di antara mereka semakin kuat, dan hutan pun menjadi tempat yang lebih harmonis.

Leo, sebagai raja hutan, merasa bangga dengan perubahan yang terjadi. Ia menyadari bahwa kepemimpinan bukan hanya tentang kekuatan, tetapi juga tentang mendengarkan, memahami, dan membangun hubungan yang baik dengan semua penghuni hutan.

Dewan Hutan terus berfungsi dengan baik, dan semua hewan belajar untuk saling menghormati dan mendukung satu sama lain. Mereka mengadakan pertemuan rutin untuk membahas masalah yang dihadapi dan merayakan keberhasilan bersama. Hutan itu menjadi contoh bagi hutan-hutan lain tentang bagaimana kepemimpinan yang bijaksana dan persahabatan yang tulus dapat mengatasi segala rintangan.

Cerita ini mengajarkan kita bahwa kepemimpinan yang baik tidak hanya berasal dari kekuatan, tetapi juga dari kemampuan untuk mendengarkan dan bekerja sama. Persahabatan yang tulus dapat mengubah sikap dan membantu kita mengatasi tantangan yang ada. Dengan saling mendukung, kita bisa menciptakan lingkungan yang lebih baik untuk semua.

 * Penulis adalah Siswi kelas 5 SDIT Qurrota A'yun Ponorogo

Minggu, 21 September 2025

MERUBAH “CITRA NEGATIF” BIMBINGAN DAN KONSELING DI SEKOLAH

 

Penulis: Dr. Hariyanto, M.Pd*

Persepsi negative terhadap fungsi Bimbingan Konseling di sekolah masih saja melekat. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa peserta didik menganggap siswa yang berada di ruangan BK adalah mereka yang sedang bermasalah, terutama yang terkait dengan kedisiplnan atau pelanggaran terhadap peraturan dan tata tertib yang berlaku di sekolah. Dengan kata lain tempat yang paling tak dikenal dan dijauhi oleh siswa di sekolah adalah ruang kantor BK. Pertanyaan yang muncul adalah mengapa hal ini bisa terjadi? Bagaimana peran guru Bimbingan Konseling dapat dikembalikan sebagaimana mestinya? Bagaimana inovasi dan kreatifitas yang bisa dilakukan untuk memberikan pelayanan yang paripurna untuk para peserta didik?.

Persepsi siswa terhadap ruang bimbingan konseling merupakan faktor penting yang mempengaruhi efektivitas layanan yang diberikan. Banyak siswa menganggap ruang ini sebagai tempat yang jarang mereka kunjungi atau bahkan tidak familiar secara langsung, sehingga menimbulkan persepsi bahwa ruang tersebut bukanlah tempat yang nyaman atau relevan dengan kebutuhan mereka. Dalam beberapa kasus, persepsi negatif ini juga disebabkan oleh pengalaman sebelumnya yang kurang memuaskan, atau bahkan rasa malu dan takut akan stigma dari teman sebaya. Banyak pihak masih menganggap bahwa layanan ini hanya untuk menangani siswa dengan masalah berat, sehingga membawa stigma bahwa siswa yang mengikuti layanan tersebut adalah bermasalah atau tidak mampu mengatasi permasalahan sendiri.

Hal-hal tersebut dapat disebabkan oleh minimnya sosialisasi dan promosi dari pihak sekolah tentang fungsi dan manfaat ruang bimbingan konseling. Siswa cenderung memandang ruang ini sebagai area yang berisi Guru BK yang hanya berurusan dengan masalah serius atau krisis, sehingga mereka merasa enggan berpartisipasi. Kurangnya visualisasi dan komunikasi yang efektif tentang keberadaan dan layanan yang tersedia di ruang bimbingan konseling membuat siswa menganggapnya sebagai tempat yang menakutkan atau asing.

Oleh karena itu, langkah pertama adalah meningkatkan komunikasi yang efektif antara Guru BK, siswa, serta stakeholder terkait agar pesan positif dapat tersampaikan dengan jelas dan tidak menimbulkan salah pengertian. Penggunaan media sosial, poster, dan forum diskusi dapat menjadi alat yang efektif untuk menyampaikan keberhasilan dan manfaat layanan tersebut. Selain itu, pelibatan aktif siswa dalam berbagai kegiatan yang berkaitan dengan bimbingan dan konseling dapat memperbaiki persepsi mereka terhadap layanan ini. Kegiatan seperti workshop, seminar, dan kegiatan kelompok yang menyenangkan akan mempermudah mereka memahami bahwa bimbingan dan konseling bukan hanya sebagai tempat mengatasi masalah, tetapi juga sebagai pendukung perkembangan pribadi.

Di sisi lain, pelatihan dan pengembangan kompetensi untuk Guru BK sangat penting agar mereka mampu menjalankan tugas dengan profesional dan penuh empati. Guru BK yang kompeten akan mampu membangun hubungan yang lebih baik dengan siswa dan menunjukkan bahwa layanan ini benar-benar peduli terhadap kesejahteraan mereka. Tidak kalah penting adalah membangun kemitraan dengan berbagai pihak, seperti orang tua, guru, dan masyarakat sekitar, demi menciptakan lingkungan yang mendukung dan memperkuat citra positif layanan ini.

Inovasi dalam pelayanan bimbingan konseling menjadi aspek penting untuk meningkatkan efektivitas dan relevansi layanan di sekolah. Seiring perkembangan zaman dan teknologi, Guru BK dituntut untuk terus beradaptasi dan menciptakan metode baru yang memudahkan proses bimbingan. Salah satu inovasi utama adalah pemanfaatan teknologi digital seperti platform daring, aplikasi komunikasi, dan sistem manajemen data berbasis cloud. Penggunaan teknologi ini memungkinkan siswa mengakses layanan konseling kapan saja dan di mana saja, mengurangi hambatan geografis dan waktu. Selain itu, program layanan kreatif seperti workshop, seminar motivasi, dan kegiatan berbasis masalah sosial mampu menjaring lebih banyak siswa yang membutuhkan bantuan. Pendekatan berbasis kreativitas ini dapat meningkatkan partisipasi siswa dan membangun suasana yang lebih santai serta terbuka.

Program kegiatan kreatif dalam ruang bimbingan dan konseling sekolah memegang peranan penting dalam menciptakan suasana yang menarik dan efektif dalam proses pendampingan siswa. Melalui kegiatan-kegiatan yang bersifat inovatif dan menyenangkan, siswa dapat lebih terbuka serta termotivasi untuk mengikuti layanan bimbingan. Program ini meliputi berbagai macam kegiatan seperti pelatihan seni, pembuatan media edukatif, lomba kreativitas, serta workshop pengembangan diri yang dilakukan secara berkala. Pendekatan ini bertujuan untuk mengatasi hambatan psikologis maupun sosial yang sering ditemui siswa, dengan menstimulus kemampuan ekspresi, kepercayaan diri, dan pengembangan potensi secara menyenangkan.

Peran stakeholder sangat penting dalam upaya merubah citra negatif terhadap bimbingan dan konseling di sekolah. Guru memegang peran sentral sebagai penghubung utama dengan siswa dan lingkungan sekolah. Melalui keterlibatan aktif dalam promosi dan penyuluhan, guru dapat membantu mengubah persepsi masyarakat dan siswa tentang manfaat serta relevansi layanan konseling. Selain itu, guru harus mampu memberikan contoh sikap positif terhadap layanan tersebut, sehingga menciptakan suasana yang mendukung dan membuka peluang komunikasi yang efektif. Orang tua juga memiliki peran vital dalam membentuk citra positif melalui dukungan dan pemahaman terhadap kegiatan bimbingan dan konseling. Dengan keterlibatan yang konsisten, orang tua dapat meminimalisir stigma sosial dan memperkuat kepercayaan siswa terhadap layanan tersebut. Masyarakat secara umum perlu dilibatkan dalam kegiatan sosialisasi dan edukasi mengenai pentingnya konseling di lingkungan sekolah.

Partisipasi aktif dari masyarakat akan membantu mengikis persepsi negatif dan memperluas pemahaman akan manfaat layanan bimbingan. Stakeholder ini harus bekerja secara sinergis dan berkelanjutan, dengan mengembangkan komunikasi yang transparan serta mengedepankan edukasi yang menyasar berbagai kalangan. Melalui kolaborasi yang kokoh, citra yang sebelumnya negatif dapat diarahkan untuk menjadi lebih positif dan konstruktif, sehingga tercipta lingkungan sekolah yang mendukung perkembangan mental dan emosional siswa. Dengan demikian, peran semua pihak ini menjadi fondasi utama dalam proses perubahan persepsi dan peningkatan citra layanan bimbingan dan konseling di sekolah.

*Penulis adalah dosen FTIK di UIN Kiai Ageng Muhammad Besari Ponorogo

Minggu, 14 September 2025

MENTERI AGAMA RI: “DOSEN UIN TIDAK CUKUP MENJADI ILMUWAN TETAPI HARUS MENJADI CENDEKIAWAN MUSLIM.”

 

Kuliah Umum oleh Menteri Agama RI: Prof. Dr. KH. Nasaruddin Umar, MA

inspirasipendidikan.com (14/9/2025)_  UIN Kiai Ageng Muhammad Besari Ponorogo menggelar kuliah umum dengan menghadirkan Menteri Agama RI, Prof. Dr. KH. Nasaruddin Umar, MA. Tema yang diusung sangat menarik yaitu Kurikulum Berbasis Cinta. Istilah yang digunakan memang begitu menarik karena menggunakan kata “Cinta”, abstrak namun bisa dirasakan kehadirannya oleh setiap makhluk. Dan memiliki variasi makna sesuai dengan persepsi yang mengartikan masing-masing.

Dalam kesempatan itu, Menteri Agama menyampaikan beberapa pesan yang mendalam tentang bagaimana seharusnya visi dari perguruan tinggi agama Islam. Menurutnya Perguruan Tinggi  Islam, khususnya Univeritas Islam Negeri  seharusnya menjadi pembeda dari perguruan tinggi umum. Tidak hanya beda dari sisi mutu dan tata kelolanya tetapi juga keberkahan dan kebermanfaatannya di masyarkat. Perguruan tinggi Islam tidak murni sebagai lembaga akademik saja, tetapi juga harus berfungsi lembaga dakwah. UIN harus menjadi lembaga ganda tanpa harus mereduksi satu sama lain.

Menteri Agama RI bersama Rektor UIN Ponorogo, dan Bupati Ponorogo 
UIN, diharapkan mampu melahirkan tidak hanya para lulusan yang berpengetahuan, menjadi seorang scientist/ ilmuwan, tetapi lebih dari itu harus menjadi seorang yang intelektual, yang tidak hanya menguasai pengetahuan, tetapi juga bisa mengamalkannya. Tidak hanya intelektual tetapi juga seorang cendekiawan. Seorang cendekiawan muslim adalah mereka yang memiliki dampak dan beresonansi kepada masyarakat dan bangsanya. Karena itu seorang cendekiawan itu lebih terhormat dibandingkan seorang intelektual.

Lebih lanjut menteri Agama RI menegaskan, bahwa untuk mencetak Cendekiawan muslim, maka diperlukan dosen yang tidak boleh sama kriterianya dengan dosen dari perguruan tingg umum. Baik dari sisi perekrutannya maupun kompetensi yang dimiliki. Dosen tidak boleh hanya mengajar, tetapi memberi keteladanan baik di dalam kelas maupun di luar kelas. Mengapa demikian? Karena ekspektasi masyarakat begitu tinggi kepada UIN. Background UIN ini adalah putih, maka jangan pernah membuat satu titik noda pun, meskipun hanya satu titik noda hitam. Karena itu tanggung jawab dosen begitu berat, menjadi teladan bagi mahasiwanya. Hal yang serupa juga menjadi tanggung jawab mahasiswa untuk menjaga kehormatannya menjadi mahasiswa di UIN.

Pernyataan Prof. KH. Nasaruddin Umar tersebut tidaklah sederhana, apalagi di era dimana hampir semua orang memiliki jejak digital di media sosial, baik dosen dan mahasiswa. Sehingga diharapkan jika seorang dosen wanita atau mahasiswi mengenakan jilbab sewaktu di kampus, maka di mana pun juga dia harus menutup auratnya, baik di dunia nyata maupun di dunia maya, apalagi diunggah di media sosial miliknya.

Perguruan tinggi Islam harusnya memiliki dosen-dosen unggul yang tidak hanya mengajar, tetapi juga harus bisa menjadi Mursyid, bahkan bisa menjadi seorang Syech. Pendidikan tidak hanya mentransfer pengetahuan, bukankah tidak ada gunanya/ manfaatnya jika mahasiswa pandai mendapat nilai cumlaude perilakunya kurang ajar, tidak beradab. Tidak mampu mengedepankan adab daripada ilmu. Dosen pada hakekatnya sama dengan guru. Guru berasal dari bahasa sansekerta, Gu yang berarti kegelapan dan Ru yang berarti Obor penerang. Jadi Guru sejatinya adalah obor pemberi penerangan saat gelap melanda. Kehadiran guru atau dosen harusnya menjadi pencerah/ penerang bagi kegelapan atau kebodohan yang melanda masyarakat. Hidup hanya sejengkal, apa yang hendak dicari, jika pemimpin perguruan tinggi, dosen, para pejabat tidak mampu memberi prestasi, maka kita akan malu kepada sejarah, apalagi jika sejarah itu dibaca oleh anak cucu di generasi selanjutnya.

Rektor UIN Kiai Ageng Muhammad Besari Ponorogo, Prof. Dr. Hj. Evi Muafiah

Dalam kesempatan Kuliah umum yang dihadiri ratusan civitas akademika UIN Kiai Ageng Muhammad Besari Ponorogo, Bupati Ponorogo dan beberaoa pejabat dari Kementerian Agama tersebut, Menteri juga berpesan bahwa hendaknya kita selalu membaca tidak hanya Al Qur’an mikrokosmos tetapi juga Al Qur’an Makrokosmos. Seluruh jagad raya semesta ini jauh sudah ada sebelum Al Qur’an mikrokosmos yang diwahyukan kepada Rasululloh. Jadi UIN dengan segala kompetensi dosen yang dimiliki tidak bleh hanyut dengan perguruan tinggi sekuler, yang hanya melahirkan mausia tumpul yang tidak memiliki kepekaan sosial. Islam mengajarkan kita untuk membaca ayat-ayat kauniyah, ciptaan Allah yang maha Agung harus dikaji dan dibaca secara mendalam sehingga menghadirkan manfaat bagi kemaslahatan manusia, tidak hanya manusia tetapi juga makhluk-makhluk lainnya. Sinergi dan saling mengasihani antar sesama makhluk inilah esensi dari ekoteologi.Hukum Alam termaktub dalam Al Qur’an Makrokosmos, tetapi Al Qur’an mikrokosmos memberi hukum syariah. Hal inilah yang dipelajari dan diamalkan secara berimbang.

Lebih khusus sebelum menutup kuliahnya, Menteri Agama berpesan “Agama seperti nuklir, bisa menghadirkan keselamatan dan manfaat  bagi ummat, lihatlah nuklir yang dikembangkan untuk tenaga listrik  dan sumber energi murah lainnya. Tetapi jika disalahgunakan, maka nuklir bisa menjadi senjata penghancur massal yang dahsyat bagi semua makhluk di muka bumi. Karena itu Agama harus difungsikan sebagaimana seharusnya, untuk keselamatan manusia dan seluruh makhluk, bukan untuk memecah dan mengadu domba keberadaan mansuia di muka bumi, bukan untuk menghancurkan.” (hary, 14/9/2025)

Minggu, 17 Agustus 2025

MENGIKIS NASIONALISME SEMU PADA GENERASI MUDA DI ERA GLOBAL

Oleh: Dr. Hariyanto, M.Pd

Era globalisasi semakin cepat berkembang, keberadaan nasionalisme sebagai identitas kolektif bangsa menghadapi tantangan besar dari dinamika sosial, budaya, dan teknologi yang tidak bisa diabaikan. Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi membuka akses luas terhadap berbagai budaya asing dan informasi global, sehingga memunculkan kecenderungan untuk mengadopsi nilai-nilai asing yang terkadang bertentangan dengan identitas nasional. Perkembangan media sosial turut memperkuat arus globalisasi, yang tidak hanya mempermudah komunikasi lintas negara, tetapi juga berpotensi menyebarkan pemikiran yang bersifat individualistik dan kosmopolitan tanpa mempertimbangkan aspek kebangsaan. Konsekuensinya, munculnya fenomena “nasionalisme semu”, yaitu kesadaran kultural dan identitas bangsa yang dangkal dan tidak disertai dengan pemahaman mendalam terhadap makna kebangsaan. Hal ini menjadi tantangan serius bagi generasi muda. Fenomena ini diwarnai oleh meningkatnya kecenderungan untuk mengadopsi simbol-simbol nasional secara superficial, tanpa melibatkan komitmen kuat terhadap nilai-nilai dan keberlanjutan budaya bangsa.
Globalisasi membawa dampak besar terhadap kesadaran nasionalisme generasi muda di era modern. Di satu sisi, arus globalisasi memungkinkan penyebaran budaya, informasi, dan teknologi secara luas dan cepat, yang dapat memperkaya wawasan serta memperkuat semangat keterbukaan. Namun, di sisi lain, fenomena ini juga berpotensi melemahkan rasa identitas nasional karena pengaruh budaya asing yang masuk tanpa kendali, serta pola pikir yang lebih mengedepankan kepentingan individu atau global ketimbang kepentingan bangsa sendiri. Media sosial dan platform digital memfasilitasi pertukaran budaya lintas negara secara instan, sehingga generasi muda sering terpengaruh nilai-nilai yang bersifat kosmopolitan dan konsumtif, yang mungkin bertentangan dengan prinsip nasionalisme. Terlebih lagi, keterbukaan informasi secara luas dapat menyebabkan ketidakpastian identitas dan munculnya nasionalisme semu, yaitu perasaan bangga yang dangkal tanpa pemahaman mendalam terhadap jati diri bangsa. Oleh karena itu, tantangan utama dalam menjaga nasionalisme di tengah derasnya arus globalisasi adalah bagaimana membangun kesadaran akan pentingnya identitas nasional yang kokoh, sekaligus mampu bersaing secara global.
Strategi yang efektif meliputi penguatan pendidikan karakter dan budaya lokal yang relevan dalam kurikulum, serta peningkatan kegiatan sosial dan budaya yang memperkenalkan nilai-nilai bangsa secara langsung kepada generasi muda. Dengan demikian, meskipun globalisasi membuka peluang untuk saling memahami antar bangsa, penting untuk tetap menjaga dan memperdalam rasa bangga terhadap identitas bangsa agar tidak tergeser oleh arus luar yang bersifat sementara dan superficial.
Peran pendidikan dalam memperkuat nasionalisme menjadi salah satu aspek krusial dalam menghadapi tantangan nasionalisme semu di era globalisasi. Sistem pendidikan memiliki tanggung jawab untuk menyampaikan nilai-nilai kebangsaan secara efektif dan membentuk identitas nasional yang kokoh pada generasi muda. Kurikulum pendidikan harus mampu mengintegrasikan materi yang menanamkan apresiasi terhadap budaya, sejarah, dan simbol-simbol kebangsaan secara mendalam. Dengan demikian, peserta didik tidak sekadar memahami secara teoritis, tetapi juga merasakan kedekatan emosional terhadap bangsa dan tanah airnya.
Selain itu, pendidikan karakter menjadi pondasi utama dalam membangun nasionalisme yang berkelanjutan. Pengajaran nilai-nilai seperti cinta tanah air, rasa hormat terhadap keragaman budaya, dan kejujuran perlu dijadikan bagian integral dari proses pendidikan. Melalui kegiatan belajar yang menanamkan kedisiplinan, tanggung jawab sosial, dan kebersamaan, siswa secara aktif belajar menghargai identitas nasional dan menginternalisasi semangat nasionalisme.
Penyelenggaraan program inovatif seperti proyek budaya, karya siswa, dan kegiatan keaspirasian nasional sangat efektif untuk menumbuhkan rasa bangga sebagai warga negara. Dalam konteks globalisasi, pendidikan harus mampu menyoroti keunikan dan kekayaan budaya nasional agar tetap relevan dan menarik perhatian generasi muda. Dengan pendekatan yang komprehensif, peran pendidikan dalam memperkuat nasionalisme menjadi lebih efektif dalam membangun identitas bangsa yang kuat dan mampu bersaing di tingkat global.
Moment peringatan kemerdekaan RI yang ke -80 dapat menjadi saat yang tepat untuk membangkitkan nasionalisme. Di seluruh penjuru negeri, bendera merah putih dikibarkan, berbagai bentuk karnaval pendidikan, bermacam perlombaan mulai di tingkat RT, Desa, lembaga pendidikan dari jenjang dasar sampai perguruan tinggi diselenggarakan secara meriah. Hal tersebut merupakan upaya positif membangkitkan rasa kecintaan dan syukur terhadap kemerdekaan negara Indonesia. Tetapi akan lebih bagus lagi jika berbagai macam perlombaan yang diadakan berbasis pada outcome untuk mencintai tanah air, bukan sekedar bergembira dan minim konten pendidikannya.
Strategi mengikis nasionalisme semu harus dilakukan secara konsisten dan berkelanjutan dengan pendekatan yang menyentuh berbagai aspek kehidupan masyarakat. Pertama, penguatan pendidikan nasional yang komprehensif menjadi fondasi utama. Kurikulum harus mencakup sejarah, budaya, dan nilai-nilai bangsa agar generasi muda mampu memahami identitas bangsa secara autentik dan menghargai keberagaman budaya. Selain itu, pendidikan karakter perlu diarahkan untuk menanamkan rasa bangga terhadap budaya lokal dan semangat kebangsaan yang tulus, bukan sekadar simbolis atau semu.
Kedua, perlu dilakukan kampanye kesadaran nasional secara menyasar langsung ke generasi muda melalui media yang mereka konsumsi sehari-hari, seperti media sosial dan platform digital. Kampanye ini harus mampu menyampaikan pesan yang edukatif dan inspiratif tentang pentingnya nasionalisme yang nyata dan kesejatian identitas bangsa. Melalui pesan yang menggugah, diharapkan mampu membangkitkan rasa cinta tanah air yang tidak terpengaruh oleh opini semu yang dipicu oleh globalisasi.
Ketiga, kegiatan sosial dan budaya merupakan sarana efektif dalam memperkuat rasa kebangsaan. Melalui partisipasi dalam kegiatan sukarela, festival budaya, dan acara komunitas lainnya, generasi muda dapat merasakan langsung keberagaman dan kekayaan budaya bangsa, sehingga membangun rasa memiliki yang mendalam dan tulus. Kegiatan ini juga meningkatkan solidaritas dan mempererat hubungan antar warga sekaligus memupuk rasa bangga terhadap identitas nasional.
Menjaga dan merawat NKRI adalah kewajiban bagi seluruh elemen bangsa, mulai dari yang diberikan amanah menjadi pejabat publik, sampai kalangan rakyat jelata. Yang menjadi pimpinan dan memiliki kewenangan serta kekuasaan harus memberikan contoh teladan kepada rakyatnya bahwa nasionalisme diwujudkan dengan menjalankan tugas pokok dan fungsinya secara professional dan bertanggung jawab, tidak korupsi, dan benar-benar mementingkan rakyat. Nasionalisme sejati bukan terletak kepada mereka yang berkoar-koar sebagai nasionalis sejati, tetapi melakukan korupsi dan manipulasi. Nasionalisme sejati terlihat bagaimana mengabdi yang hakiki untuk kemajuan negeri.
Kepada seluruh generasi muda Indonesia, mari bangkit menjadikan nasionalisme terhadap Indonesia sebagai kebanggaan kolektif sebagai energi penggerak bagi bangsa yang berdaulat, sejahtera, dan maju bersama.( Hary, 17/08/2025)

--------   

* Penulis adalah dosen FTIK di UIN Kiai Ageng Muhammad Besari Ponorogo


Sabtu, 09 Agustus 2025

Apresiasi Sastra: Memahami Makna Tersembunyi dari Sebuah Karya Puisi " SELOKA RASA" Karya: Hariyanto

Oleh: Afrilia Eka Prasetyawati, M.Pd

Sahabat inspirasi pendidikan, kali ini kami akan berbagi  karya sastra berupa puisi.  Sebagai sebuah karya sastra, Puisi mengandung makna tersurat dan tersirat di dalamnya. kerap kali pesan yang ada dalam sebuah karya sastra Puisi tidak bisa diserap dengan mudah oleh pembacanya, karena penuh dengan kiasan, gaya bahasa, dan lain-lain. Tapi disitulah keunikannya, setiap penikmat puisi akan dibawa berselancar dalam dunia angannya secara berbeda sesuai dengan tingkat pemahamannya masing-masing. 

Berikut ini, kami sajikan sebuah puisi yang berjudul "SELOKA RASA" Karya: Hariyanto. Setelah itu Sahabat Inspirasi Pendidikan akan diberikan penjelasan secara singkat tentang makna dan pesan yang terkandung dalam puisi tersebut.


SELOKA RASA
Karya: Hariyanto

Masih selugu itukah rindumu
Bersama secangkir kopi pahit yang kau seduh untukku
Tak ada ucap hanya kerling genit alismu
Bersambut kibasan rambut legammu
Ujungnya tersapu jemari lentik rayu

Masih ingatkah kenangan itu
Perjalanan  cerita menuju senja
Tentang canda dan luka
Paduan desah resah berbuah cinta
Rasa yang terikat oleh kehendakNya

Masih sesederhana itukah cinta
Bertanda setangkai mawar jingga
Terapung diantara deras samudera
Bertaut menjaga benang merah tak kasat mata
Agar tak putus ikatannya

Sementara puing awan luruh
Mengkristal tersapu angin riuh
Lepaskahlah ikatan sauh
Bahtera ini harus tetap berlayar jauh 
Menuju dermaga berlabuh

Ponorogo, 23 Juni 2025

Sahabat inspirasi pendidikan, setelah membaca puisi tersebut, mungkin pembaca memiliki penafsiran yang berbeda, tetapi dari serangkaian kalimat yang sederhana tersebut, sejatinya dapat ditafsir maknanya. Puisi tersebut menggambarkan tentang sebuah perjalanan hidup dan perjalanan cinta seseorang dengan cara sederhana, diungkapkan dengan bahasa cinta yang sederhana tetapi nyata terasa. hal ini teruang dalam paragraf pertama, "masih selugu ituka rindumu, Bersama secangkir kopi pahit yang kau seduh untukku.." kalimat selanjutnya menunjukkan bahasa cinta dari dua pasangan yang ditunjukkan dalam bahasa tubuh "kerling genit alismu, kibasan rambut legammu" yang tersapu diujung jari lentik yang mampu membius rayu.

Perjalanan sebuah cinta, memang tidaklah singkat. Cinta terbangun oleh rasa. Dalam perjalanannya rasa berkristal menjadi sebuah kenangan yang tak mudah untuk terlupakan. Perjalanan hidup yang dibalut oleh sucinya cinta selalu memiliki warnanya. hal ini terungkap dalam kalimat "Perjalanan cerita menuju senja," disini penulis hendak mengingatkan bahwa setiap perjalanan manusia menuju masa kedewasaan sampai menjelang usia senja, pastilah diwarnai dengan suka dan duka. Layaknya sebuah kehidupan berumah tangga, pastilah rona suka, bahagia, duka menjadi hiasan tersendiri dan justru itulah yang memperkuat ikatannya. Secara sadar penulis mengungkapkan bahwa semua itu terjadi atas kehendakNya.

Pada paragraf ketiga puisi tersebut, Penulis menegaskan kembali kesederhanaan cinta, tapi dengan kesederhanaan itu cinta dapat dirawat. meskipun hanya terungkap melalui "setangkai mawar jingga." Perjalanan hidup dan cinta selalu diuji bagai gelombang, bentuk ujiannya pun bisa beragaman, ujian ekonomi, ujian kesetiaan, ujian tanggung jawab dan berbagai bentuk lainnya. Meskipun demikian, semua itu seolah tidak ada artinya apabila kedua pasangan (suami isteri) selalu berusaha "menjaga benang merah tak kasat mata agar tak putus ikatannya." Pemilihan ungkapan "Benang merah tak kasat mata" ini merujuk pada budaya dan kepercayaan  tertentu bahwa setiap pasangan yang berjodoh, sesungguhnya sudah terikat benang merah yang tidak tampak oleh mata. Kekuatan jodoh ini ditentukan oleh kuat dan lemahnya benang tersebut. Penulis hendak mengingatkan bahwa tugas setiap pasangan hidup adalah menjaga agar benang merah tidak putus meski sebesar apapun ujiannya. karena sesungguhnya inilah bukti kesetiaan dan kesucian cinta.

Cobaan hidup dan cinta yang semakin besar tersebut, tidak boleh menyurutkan perjalanan menuju visi hidup  yang hendak dicapai. Karena itu dalam paragraf terakhir, penulis menyatakan dalam kalimat "Lepaskanlah ikatan sauh, Bahtera ini harus tetap berlayar jauh, menuju dermaga berlabuh."

Nah, sahabat inspirasi pendidikan, demikianlah apresiasi terhadap karya sastra puisi yang berjudul, "SELOKA RASA".  Semoga bermanfaat dan menjadi inspirasi bagi sahabat semua. Pesan yang hendak disampaikan dan hikmah yang terkandung di dalamnya dapat menjadi pelajaran berharga bagi kita semua. (Afrilia, 08/08/2025)

* Penulis adalah pemerhati sastra

Selasa, 05 Agustus 2025

PENGIBARAN BENDERA ONE PIECE; KOMPLEKSITAS HUBUNGAN ANTARA IDENTITAS BUDAYA, EKSPRESI POLITIK, SERTA PERSEPSI TERHADAP SIMBOL NASIONALISME DI KALANGAN GENERASI MUDA

Oleh: Dr Hariyanto, M.Pd 

Dalam beberapa Minggu terakhir, muncul tren pengibaran bendera karakter dari serial anime terkenal, seperti One Piece, menjelang peringatan hari kemerdekaan Indonesia. Fenomena ini menimbulkan perdebatan di kalangan masyarakat tentang makna dan dampaknya terhadap rasa nasionalisme dan kritik terhadap pemerintah. Di satu sisi, pengibaran bendera ini dapat dianggap sebagai bentuk ekspresi kreativitas dan kebebasan berpendapat generasi muda yang ingin menyampaikan pesan melalui simbol yang sedang populer di budaya pop. Mereka memanfaatkan karakter yang ikonik untuk menarik perhatian dan merayakan identitas sendiri dalam konteks modern. Namun, di sisi lain, ada kekhawatiran bahwa tindakan ini mengikis makna simbol nasionalisme yang selama ini dipegang teguh, terutama dalam momen yang seharusnya memperkuat rasa cinta tanah air. Pengibaran bendera dalam bentuk ini bisa dianggap sebagai bentuk pergeseran makna yang mengurangi rasa hormat terhadap lambang negara, dan bahkan dapat menimbulkan kebingungan tentang makna simbol tersebut di kalangan masyarakat. Beberapa kritik memandang bahwa tren ini dapat menjadi bentuk protes tidak langsung terhadap kebijakan pemerintah, sebagai ekspresi ketidakpuasan yang diwakili melalui simbol yang tidak konvensional. Oleh karena itu, penting untuk memahami konteks dan niat di balik fenomena ini, serta mencari jalan tengah dalam menyalurkan aspirasi dan menjaga semangat nasionalisme yang sejati. Melalui analisis yang objektif, fenomena ini tidak hanya sekadar tren budaya pop, melainkan sebagai cerminan dinamika identitas dan sikap pemuda terhadap negara dan pemerintahnya.

Perbedaan Pandangan dalam Melihat Fenomena Pengibaran Bendera one piece

Bendera yang diadopsi dari emblem dalam manga tersebut sering kali digunakan sebagai bentuk ekspresi diri dan identitas komunitas pemuda yang menganggap bahwa simbol ini mampu merepresentasikan semangat perlawanan, kebebasan, dan kritik terhadap kekuasaan atau sistem yang dirasa tidak adil. Sebagian kalangan melihat tren ini sebagai bagian dari arus kebangkitan kesadaran politik dan sosial, di mana simbol yang berasal dari budaya populer digunakan sebagai media simbolik untuk menyampaikan pesan tertentu. Selain sebagai bentuk ekspresi, pengibaran bendera One Piece juga dipicu oleh keinginan untuk menunjukkan identifikasi terhadap karakter dan nilai yang diusung dalam karya tersebut. Dalam konteks ini, simbol dari manga ini bukan semata-mata berfungsi sebagai apresiasi terhadap karya seni, melainkan juga sebagai bentuk literasi simbolis yang mampu menyentuh aspek emosional dan identitas pemuda. Hal ini sejalan dengan perkembangan tren sosial dan budaya yang lebih mengedepankan individualisme dan keberagaman, di mana setiap individu menuntut ruang untuk menunjukkan eksistensinya melalui simbol-simbol yang relevan dengan minat dan nilai yang dipegang.

Namun, tren ini juga menimbulkan berbagai pertanyaan dan persepsi berbeda dari masyarakat umum dan pengamat sosial. Ada yang menganggap bahwa pengibaran bendera ini lebih bersifat sebagai gerakan simbolik yang berlebihan, bahkan cenderung merusak makna tradisional dari simbol nasionalisme. Di sisi lain, sebagian melihat fenomena ini sebagai bentuk kritik sosial yang konstruktif dan sebagai cermin dari dinamika perubahan nilai dalam masyarakat kontemporer. Dapat disimpulkan bahwa pengibaran bendera One Piece bukan hanya sekadar fenomena budaya pop, melainkan mencerminkan kompleksitas hubungan antara identitas budaya, ekspresi politik, serta persepsi terhadap simbol nasionalisme di kalangan generasi muda. Sebuah representasi budaya yang mampu memicu diskusi dan refleksi kritis terhadap konstruksi identitas dan kekuasaan dalam masyarakat modern

Pengibaran Bendera One Piece Menjelang Peringatan Hari Kemerdekaan

Hari Kemerdekaan Indonesia bukan sekadar perayaan tahunan yang diperingati dengan upacara dan perlombaan. Lebih dari itu, momen ini memuat makna mendalam tentang identitas nasional dan perjuangan bangsa. Tradisi mengibarkan bendera merah putih di berbagai tempat menjadi simbol usaha mempertahankan rasa nasionalisme dan cinta tanah air. Dalam konteks tersebut, pengibaran bendera memiliki fungsi sebagai pengingat sejarah perjuangan kemerdekaan dan sebagai bentuk solidaritas bangsa. Namun, munculnya tren pengibaran bendera dari anime populer seperti One Piece di kalangan anak muda menimbulkan berbagai interpretasi baru mengenai makna patriotisme dan ekspresi kebangsaan.

Pengibaran bendera dari karya budaya pop ini ramai diperdebatkan. Sebagian melihatnya sebagai bentuk ekspresi kreativitas tanpa niat polemik, sementara yang lain memandang hal tersebut sebagai kritik implisit terhadap kebijakan pemerintah atau bahkan sebagai upaya penolakan terhadap simbol nasional. Tradisi pengibaran bendera secara konvensional dalam rangka perayaan kemerdekaan tetap memiliki posisi utama yang dihormati, namun keberadaan simbol dari dunia hiburan ini turut menambah dimensi baru dalam persepsi nasionalisme. Pada akhirnya, fenomena ini harus dipahami sebagai bagian dari dinamika budaya yang mencerminkan respon generasi muda terhadap simbol-simbol nasional dan peran mereka dalam membangun identitas bangsa. Di tengah perubahan zaman, penting bagi masyarakat dan pemuka budaya untuk membuka ruang dialog yang konstruktif, memadukan tradisi dengan inovasi yang relevan bagi generasi muda, serta memperkuat kembali rasa nasionalisme melalui pemahaman yang mendalam terhadap simbol-simbol yang mereka anggap bermakna.

Sikap generasi muda terhadap pengibaran bendera memegang peranan penting dalam memperkuat rasa kebangsaan dan memupuk identifikasi terhadap simbol negara. Sebagai agen perubahan dan penerus bangsa, sikap mereka cenderung mencerminkan tingkat pemahaman akan makna dan nilai-nilai yang terkandung dalam pengibaran bendera. Ketidakpedulian, apatisme, atau bahkan sikap kritis berlebihan bisa muncul sebagai respons terhadap simbol ini, jika tidak diimbangi dengan pendidikan dan pemahaman yang memadai. Oleh karena itu, pendidikan politik melalui pengibaran bendera harus mampu menanamkan rasa hormat, bangga, dan tanggung jawab kepada generasi muda. Penting adanya penanaman nilai bahwa pengibaran bendera tidak hanya sebatas ritual formal, melainkan sebagai wujud penghormatan terhadap sejarah perjuangan dan identitas nasional. Sikap positif dari generasi muda akan memungkinkan mereka untuk menikmati makna kedalaman simbol tersebut, sekaligus mampu menjadi agen penyebar semangat nasionalisme di lingkungan mereka. Di sisi lain, sikap kritis yang konstruktif harus didorong agar generasi muda tidak hanya sekadar mengikuti upacara tanpa memahami esensi dan filosofi dari pengibaran bendera.

Melalui dialog dan pendidikan berkelanjutan, diharapkan generasi muda mampu menumbuhkan kesadaran politik yang kuat, yang berlandaskan penghormatan terhadap simbol-simbol negara sekaligus apresiasi terhadap hak dan kewajiban mereka sebagai warga negara. Dengan demikian, sikap generasi muda terhadap pengibaran bendera bukan hanya sebagai ritual, melainkan sebagai bentuk komitmen mereka dalam menjaga dan meneruskan perjuangan bangsa serta memperkuat ikatan sosial dan politik di tengah perkembangan zaman yang cepat dan dinamis. Seiring dengan komitmen tersebut, maka pengibaran bendera one Piece akan hilang dengan sendirinya, dan tidak akan terulang dengan simbol-sibol yang lain. Di sisi lain Pemerintah juga harus tetap tanggap terhadap aspirasi masyarakatnya melalui berbagai bentuk kritik konstruktif, dan tidak menggunakan praktik intimidatif untuk memberangus bentuk penyampaian kritik tersebut sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Kesimpulan

Pengibaran bendera memiliki peran penting sebagai sarana pendidikan politik yang efektif dalam membentuk kesadaran nasional dan menanamkan nilai-nilai patriotisme kepada masyarakat. Melalui kegiatan ini, baik di tingkat sekolah maupun acara resmi, masyarakat diajarkan tentang simbolisme yang terkandung dalam bendera, seperti keberanian, identitas bangsa, dan persatuan. Pengibaran bendera secara rutin di lingkungan sekolah tidak hanya sekadar upacara seremonial, tetapi juga sebagai momen untuk menanamkan rasa cinta tanah air dan memahami makna perjalanan sejarah bangsa. Pada hari-hari besar nasional maupun acara kenegaraan, pengibaran bendera berfungsi sebagai simbol penghormatan dan pengingat terhadap perjuangan pahlawan serta kebanggaan akan identitas nasional. Media sosial turut memengaruhi persepsi dan praktik pengibaran bendera, memperluas jangkauan pesan nasionalisme, namun juga menimbulkan tantangan dan kontroversi baru terkait sikap generasi muda terhadap simbol ini. Dalam konteks global, perbandingan dengan negara lain menunjukkan berbagai pendekatan terhadap pengibaran bendera, yang dipengaruhi oleh globalisasi dan dinamika politik internasional. Secara umum, pengibaran bendera mampu menjadi media efektif dalam penyampaian pesan sosial dan politik, sering digunakan dalam kampanye sosial maupun gerakan politik. Dampaknya terhadap kesadaran politik masyarakat sangat signifikan, karena pengibaran bendera mampu memupuk rasa kebangsaan, memperkuat solidaritas, serta memperteguh identitas nasional di tengah tantangan global dan perubahan sosial. Pemerintah memiliki peran strategis dalam menjaga makna dan penghormatan terhadap pengibaran bendera agar tetap relevan dan dihormati sebagai simbol persatuan bangsa. Di tingkat internasional, pengibaran bendera turut memperlihatkan sikap hormat terhadap simbol negara lain, mempererat hubungan diplomatik dan menegaskan identitas nasional di forum global. Studi kasus di Indonesia memperlihatkan bahwa sejarah dan tradisi pengibaran bendera telah mengalami berbagai evolusi, mencerminkan perubahan sosial dan nilai-nilai yang berkembang di masyarakat. Secara keseluruhan, pengibaran bendera bukan sekadar ritual, melainkan sebagai bentuk pendidikan politik yang mampu memperkuat semangat nasionalisme, mempererat persatuan, dan menyampaikan pesan moral serta harapan bangsa terhadap masa depan.

----------

*Penulis adalah Dosen di FTIK UIN Kiai Ageng Muhammad Besari Ponorogo